Siapa yang sudah mulai terbiasa #DiRumahAja ataupun Work from Home?
Saat ini, saya pribadi sih masih kesulitan mendapatkan level produktivitas yang sama seperti sebelum masa pandemik COVID-19.
Tapi saya sudah mulai terbiasa…
Seiring berjalannya waktu (yang kita gak tau sampai kapan pandemik ini berlangsung), saya yakin Anda pun akan mulai terbiasa hidup dengan ‘The New Normal Way of Living’.
Sadar ataupun tidak, Pandemik COVID-19 sedikit demi sedikit merubah pola hidup kita (Behaviour Change).
Berikut ini ada 4 Perubahan Perilaku Konsumen yang saya temui beberapa minggu belakangan:
1 Memilih Gaya Hidup Sehat
Mulai dari rajin cuci tangan, olahraga di rumah, sampai dengan mulai mengkonsumsi bahan makanan dan minuman yang natural untuk menjaga daya tahan tubuh (baca: jamu).
2 Semua-Semua Serba Online
Efek paling besar dari Social Distancing akhirnya memaksa kita untuk melakukan segala interaksi sosial pindah ke online.
Meeting dengan Client, get in touch sama teman dan keluarga semua pindah ke Google Meet ataupun Zoom. Bahkan nih, Nonton Bareng (NoBar) Netflix aja bisa dilakukan menggunakan aplikasi Netflix Party.
Untuk meningkatkan kemungkinan mendapat pekerjaan baru saat dan setelah COVID-19, orang-orang juga mulai terbiasa untuk belajar skill baru secara online. Gak heran sih kalau kedepannya home schooling atau vocational study bakal menjadi trend.
3 Penghematan Keuangan
Situasi Covid-19 menjadi salah satu pelajaran paling berharga bagi kebanyakan orang (khususnya Millenial yang terbiasa hidup YOLO). Yaitu pentingnya memiliki Dana Darurat paling tidak 3 – 6 bulan kedepan.
Kemungkinan besar pelajaran ini akan membuat kebanyakan orang kedepannya lebih pikir panjang sebelum melakukan pembelian barang ataupun jasa.
4 Empati Terhadap yang Lebih Membutuhkan
Salah satu hal paling positif yang bisa kita lihat saat masa Pandemik COVID-19 adalah sifat tenggang rasa yang sering diajarkan saat kita jaman SD tapi seperti sudah lama terlupakan.
Kita bisa lihat banyak orang ataupun bisnis yang memberikan produk (biasanya makanan) dengan cuma-cuma kepada abang Ojol maupun orang-orang yang kesulitan finansial. Beberapa usaha, seperti Anna Avantie juga merubah operasional perusahaannya untuk memproduksi baju ADP maupun masker yang diberikan gratis ke tenaga medis maupun masyarakat.
Walaupun COVID-19 berakhir, saya rasa Behaviour Changes di atas akan sedikit banyak membekas di sebagian besar masyarakat.
Penting bagi marketer untuk mempelajari perubahan perilaku ini dan memonitor terus perubahan lain yang mungkin terjadi seiring dengan perkembangan Pandemik.
Seperti saya tulis diatas, kedepannya konsumen akan lebih melek finansial. Sentimen kedepannya mereka akan lebih ‘sulit’ mengeluarkan uang untuk membeli sebuah produk ataupun servis.
Konsumen akan lebih peka dan menimbang-nimbang value dari produk dan jasa anda.
“Apa saya benar-benar perlu produk / jasa ini yah?”..
Nah, oleh karena itu mulai dari sekarang, coba mulai membentuk Brand Image dimana kedepannya Produk dan Jasa anda bisa dikategorikan sebagai NEED (Kebutuhan), bukan sekedar WANT (Keinginan atau Impulsive Buying).
Tentu dengan membuat persepsi dimana Produk / Jasa anda mampu membantu konsumen untuk mencapai tujuan (Goals) mereka.
Misalkan nih, anda toko musik menjual alat Gitar.. Jangan hanya membranding anak muda bisa main Gitar itu keren. Tapi posisikan bagaimana Gitar ini bisa membantu anak muda jaman now bisa mulai menghasilkan pendapatan walau belum lulus SMA atau bagaimana cara menaklukan hati si doi.
Untuk itu dibutuhkan Content Marketing yang bisa membentuk persepsi ini.
Misalkan, anda membuat tutorial “10 Lagu Cinta untuk Mengambil Perhatian si Doi versi Beginner”. Atau artikel “3 Cara Menghasilkan Passive Income di Youtube Hanya Bermodal Gitar” bagi mereka yang termotivasi untuk mencari side job di saat Pandemik Corona.
Coba sekarang anda ambil kertas dan jabarkan, bagaimana produk atau jasa anda bisa membantu konsumen untuk achieve Goals jangka pendek maupun panjang mereka (baik di situasi COVID-19 ini maupun untuk mempersiapkan mereka saat pandemik berakhir).
Sebelum COVID-19, kebanyakan generasi millenial sudah go online untuk beberapa aspek kebutuhan hidup. Namun pandemik ini mempercepat proses transisi orang hidup serba digital. Bahkan generasi Baby Boomer dan Gen X yang kurang percaya online, sudah mulai terpaksa berpindah ke pilihan itu.
Mereka terpaksa mulai belajar bagaimana cara menggunakan Ojek Online, belanja di Marketplace sampai cara menggunakan Zoom dan Google Meet agar bisa berinteraksi dengan sang cucu.
Namun sayangnya, kebanyakan bisnis sekarang masih jarang yang memiliki lini bisnis Digital. Walaupun sudah memulai tapi bisa dibilang kurang maksimal.
Masih banyak hambatan (barrier) agar konsumen mau menggunakan aplikasi yang sudah disiapkan.
Sebagai contoh, kita bisa lihat toko baju online. Walaupun ada beberapa orang yang mulai terbiasa pesan online. Kebanyakan pasti masih lebih memilih untuk datang ke toko untuk membeli baju.
Kenapa?
Tentu karena di toko, mereka bisa mencoba dahulu baju yang diinginkan, apakah cocok dengan bentuk tubuh, apakah warnanya masuk dengan skin tone… dan masih banyak lagi.
Dan juga, berbelanja di toko, mereka bisa langsung mendapatkan barang yang dibeli saat selesai membayar.
Solusinya adalah mengeliminasi satu persatu hambatan yang memberi alasan bagi konsumen untuk bilang ‘hmmm ribet ah kayaknya’ atau ‘enakan belanja langsung di toko’
Nah, kalau pada kasus diatas, mungkin solusi kedepannya adalah penggunaan teknologi Augmented Reality (AR) yang semakin mainstream digunakan. Sehingga konsumen bisa seolah-olah mencoba produk yang diinginkan.
Beberapa Fashion Brand Luxury besar sudah menggunakan teknologi ini semenjak tahun 2018.
Dan tentu sistem ini harus didukung dengan logistik yang kuat. Sehingga konsumen bisa mendapatkan kepastian kapan mereka akan menerima order-an.
Ada baiknya, anda mulai mencari tau alasan apa saja yang biasa menjadi penghambat konsumen anda belanja produk atau jasa anda langsung via online. Setelah itu cari solusinya.
Selain menghilangkan hambatan untuk transisi ke dunia Digital, bisnis juga harus mulai memikirkan segala aspek User Experience saat menggunakan service atau membeli produk pada platform yang disiapkan.
User Experience ini mencangkup kemudahan menggunakan aplikasi (user interface) mulai dari pendaftaran, mencari informasi sampai metode pembayaran. Semua harus dirancang se-intuitif mungkin sehingga konsumen tidak menemukan kesulitan saat mengakses.
Saat ini masih banyak banget usaha UMKM yang boro-boro memiliki dedicated e-commerce store, bahkan masih banyak yang hanya mengandalkan jualan via facebook dan whatsapp saja.
Sebenarnya untuk awal facebook dan instagram sudah bisa dijadikan store front, namun anda harus melengkapi dengan kebutuhan untuk menunjang User Experience yang baik.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan User Experience yang baik:
Namun, dua hal yang paling basic saat ini adalah layanan Live Chat dan integrasi dengan Payment Gateway.
Sehingga dengan mudah, konsumen mendapatkan jawaban atas segala keraguan terhadap produk / jasa dan bisa langsung melakukan pembayaran dengan nyaman (klik satu-dua tombol saja).
Saat ini WhatsApp business sudah bisa dijadikan solusi untuk Live Chat dan Midtrans sebagai Payment Gateaway dengan pilihan pembayaran paling bervariasi (termasuk bisa membuat konsumen bisa membayar menggunakan Gopay).
Jika tidak segera dirancang dengan baik, tentu ini akan menyebabkan banyak Loss of Opportunities ketika konsumen akhirnya memilih kompetitor yang mampu memberikan Experience yang lebih baik.
Perlu saya ingatkan nih, walaupun konsumen sekarang lebih melek teknologi, namun mereka sekarang lebih pilih-pilih saat membeli barang. Otomatis, dana yang mereka siapkan untuk belanja kebutuhan-pun semakin ‘seret’.
Ini menyebabkan persaingan antar Brand untuk memenangkan proporsi dana konsumen di dunia online.
Apa cara terbaik untuk bisa memenangkan persaingan ini? Tentu dengan lebih sering muncul di timeline ataupun hasil pencarian (search result) konsumen dengan komunikasi di poin pertama.
Sebenarnya ada beberapa cara untuk mendapatkan traffic (social media, SEO maupun direct traffic), namun yang paling instan dan cepat adalah dengan Paid Ads alias iklan berbayar.
Untuk itu, diperlukan proporsi marketing budget Digital Ads yang lebih besar demi meningkatkan online impression.
Namun hati-hati yah, jangan asal pasang budget tinggi sebelum anda mengerti betul mengenai Digital Sales Funnel dan menentukan Key Performance Indicator (KPIs) yang tepat.
Saya akan bahas mengenai Sales Funnel dan KPI di artikel yang terpisah yah. Karena bakal panjang banget!
Intinya sih, setiap dana marketing yang dikeluarkan harus terukur dan bisa dianalisa dengan baik. Sehingga kedepannya, anda bisa memaksimalkan campaign yang berhasil dan mengeliminasi campaign yang gagal.
Ditengah krisis Pandemik ini, kita bisa melihat benar-benar melihat attitude seseorang dan bisnis. Mereka yang tulus membantu orang-orang yang kesulitan mendapatkan awareness yang tinggi pula.
Sebaliknya, mereka yang mencari uang diatas penderitaan orang lain (misalkan menumpuk masker untuk dijual kembali dengan harga premium), mendapatkan publisitas buruk yang akan mencoreng Brand dalam jangka panjang.
Dari sini kita belajar juga, bagaimana jika bisnis kita menerapkan Marketing dengan membantu orang lain (istilah kerennya Cause Related Marketing atau Corporate Social Responsibility) maka bisa juga menaikan nilai Brand dan mendapatkan publisitas yang baik pula.
Namun anda harus berhati-hati, tidak menggunakan ini hanya sebagai gimmicks saja. Bisnis anda harus benar-benar berkomitmen membantu.
Contoh paling populer tentu sepatu TOMS yang dulu sempat menjalankan campaign One for One. Dimana setiap pembelian satu sepatu, mereka akan menyumbangkan satu sepatu kepada anak di negara berkembang yang membutuhkan.
Cause Related Marketing anda akan lebih efektif jika masih berhubungan dengan bisnis anda.
Misalkan, kita pakai contoh toko Gitar diatas. Anda bisa menyisihkan 10% dari profit anda untuk mengedukasi pengamen jalanan dengan skill dan pengetahuan untuk bisa perform dengan standard yang lebih baik. Mana tau jika suatu saat salah satu pengamen yang anda bantu lolos The Voice, brand anda-pun ikut terangkat.
Siap ataupun tidak, waktu akan terus berjalan. Semua Brand akan terus berusaha untuk menyesuaikan cara mereka berbisnis. Its Survival of the Fittest.
Jika anda ingin terus bertumbuh, maka anda harus mampu beradaptasi dengan kondisi sekarang.
Things don’t get better by chance, they get better by change.
Saya akan dengan senang membantu perusahaan anda untuk transisi menjadi leader di ekosistem Digital. Let’s get a coffee… when the pandemic is over tentunya.
Stay healthy!