Cara Mencari Ide Konten Instagram (2020 Tools & Hacks)

Cover-Mencari-Ide-Konten-Instagram

Cara Mencari Ide Konten Instagram

(2020 Tools & Hacks)

Ditulis oleh Indra R. Pangestu

Saya yakin akun Instagram (Bisnis) kamu tidak berkembang dan hanya segitu-segitu aja bukan karena males posting.

Tapi kamu suka bingung mau posting apa lagi yah hari ini?!

Melalui artikel ini saya akan membongkar bagaimana cara Kontento bisa secara konsisten publish quality content untuk puluhan klien setiap hari, tanpa kehabisan ide postingan.

Berikut ini Guide Lengkap Cara Mencari Ide Konten untuk Instagram di Tahun 2020:

PART 1

Basic Tentang Konten Instagram

Seberapa Sering Harus Publish Konten di Instagram

Tahun lalu saya sering sering mendengar nasehat:

Jangan keseringan posting di Instagram, ntar follower pada bosen dan merasa di spam. Ujung-ujungnya pada unfollow

Tapi kog ada beberapa akun yang rajin posting, bahkan sehari bisa 5 sampai 20 kali, tapi justru peningkatan follower mereka sangat fantastis?!

Setelah usut punya usut, saya menemukan satu studi dari Union Metrics. Menurut mereka, terlalu sering posting dalam sehari tidak ada hubungannya dengan penurunan engagement.

Uniknya justru penurunan Engagement dan Follower terjadi saat akun Instagram tidak konsisten dalam memposting.

Penurunan Follower akibat jarang posting

Coba lihat graphic diatas. 

Setelah penayangan episode terakhir, salah satu TV Series populer di Amerika tidak mempublish konten secara konsisten di Instagram. 

Akibatnya jumlah follower mereka menurun setiap harinya.

Hmmm.. trus berapa banyak konten dong yang harus di posting setiap hari?

Nah, kalau menurut Neil Patel (salah seorang digital marketing expert), kita cukup posting sebanyak apa kita mampu melakukannya secara konsisten.

Jika kamu punya cukup waktu untuk membuat 2 konten dalam sehari, maka silahkan posting 2 kali dalam sehari. 

Intinya sih jangan sampai ada hari-hari bolong yah!

Perbandingan Kalender Posting

Coba tebak, jika ada 2 akun dan masing-masing mengikuti jadwal posting yang berbeda seperti di atas.

Akun mana yang bakal punya kesempatan lebih besar untuk berkembang?

Lebih Penting Kuantitas atau Kualitas Konten?

Jawaban saya adalah tergantung.. 

Loh kog?

Saya yakin saat kamu baru saja memulai instagram akun bisnis, pasti kamu masih belum yakin konten seperti apa yang akan benar-benar menarik untuk target audience-mu.

Oleh sebab itu, saya lebih menyarankan kamu fokus mengejar jumlah ide konten yang dapat dijadikan bahan postingan.

Jangan sampai kamu mengincar ide-ide konten yang bisa viral, tapi ujung-ujungnya kamu tidak konsisten nge-release konten baru.

Ini yang unik..

Ketika saya konsisten mempublish konten baru setiap hari, saya mulai dapat menganalisa konten-konten seperti apa yang ‘ngena’ sama target audience.

Memang sih ada beberapa konten yang fail dan jelek dari segi engagement.

Tapi justru banyak juga yang melebihi ekspektasi saya.

Nah, mengandalkan data dan analisa dari Postingan yang perform well, saya mampu dengan mudah dan cepat mendapatkan ide konten instagram baru yang kemungkinan besar juga akan direspon positif oleh audience.

Anatomy of The Perfect Instagram Post

Jelas yah, kuantitas dapat berujung menjadi kualitas untuk target audience-mu. Intinya sih konsisten aja!

Jenis Jenis Konten yang Efektif di Instagram

Mungkin kamu sudah tau

Sukses di Instagram sangat tergantung bagaimana Instagram Algoritma melihat kecocokan antara akun-mu dan audience-mu.

Salah satu metric yang dilihat oleh Instagram Algoritma adalah Engagement.

Engagement apa saja sih yang paling dinilai berharga oleh Instagram?

Untuk mengetahuinya, kamu cukup tekan tombol Insight pada salah satu postinganmu. 

Instagram Post Insights
Parameter yang paling berharga di mata Instagram meliputi:
    • Like (Suka)
    • Comment (Komentar)
    • Share (Bagi)
    • Save (Simpan)

Sekarang saya mau membagikan sebuah rahasia,

Berikut ini adalah 4 Jenis Konten yang Paling Sering Menghasilkan Engagement Tinggi:

4 Jenis Ide Konten Instagram
1  Konten Inspirasi (Inspirative Content)

Sejak awal saya mulai ‘terjun’ di Instagram tahun 2013, banyak sekali akun yang tumbuh pesat dengan modal foto ‘cantik’.

Apa itu foto cantik?

Foto cantik disini bukan berarti foto wanita sexy ataupun cantik yah.

Melainkan foto-foto yang berhubungan erat dengan interest audience saat ini. Dan membuat mereka berkata dalam hati: 

Duh Saya pengen/perlu itu sekarang!”

Atau yang sering terjadi, audience akan membagikan kepada orang terdekat yang memiliki interest yang sama untuk melakukan aktivitas ataupun membeli produk yang terdapat pada foto tersebut.

Hmmm.. kog Konten Inspirasi performs di Instagram yah?

Ternyata alasannya begini:

Kebanyakan Bisnis terlalu berfokus menginformasikan betapa bagusnya produk mereka.

Mulai dari spesifikasi, harga, dan lainnya.

Yang Bisnis sering lupa adalah setiap calon pelanggan pasti memiliki Life Goals masing-masing.

Bisnis seharusnya bisa menghubungkan bagaimana produk ataupun jasa mereka dapat membantu si calon pelanggan untuk mencapai Goals mereka.

Dan ini bisa diraih melalui Konten Inspirasi (dan Konten Edukasi).

Lalu seperti apa sih Konten-Konten Inspirasi?

Setiap target audience akan memiliki interest dan pain point yang berbeda-beda, dan ini akan mempengaruhi bagaimana kita harus membuat konten inspirasi seperti apa:

Huawei Konten Inspirasi Millenial
Huawei Konten Inspirasi Ibu-Ibu

Coba perhatikan kedua konten dari brand teknologi Huawei.

Keduanya mencoba menginspirasi 2 target market yang berbeda untuk salah satu produk tablet mereka.

Untuk audience Millenials, Huawei menampilkan bagaimana mereka akan memiliki kemudahan untuk bekerja secara mobile sambil menikmati hidup. Sesuatu yang sangat di dambakan oleh anak-anak muda jaman sekarang.

Namun, untuk target market Orang tua (Parents), mereka menyuguhi gambar dimana tablet Huawei bisa mengasah minat dan bakat anak-anak sejak dini. 

Yups, kamu bisa tebak, kan? 

Ini adalah sesuatu yang didambakan oleh kebanyakan orang tua atas anak-anak mereka.

2  Konten Edukasi

If people like you they will listen to you, but if they trust you, they will do business with you.

Setuju?

Let me tell you a story

Saya mengelola sebuah akun Instagram @LiburanBali dimana dari awal saya terus membagikan konten-konten yang menginspirasi orang untuk datang ke Bali.

Selama bertahun-tahun akun ini terus growing dengan baik secara jumlah follower organik dan engagement.

Tapi kog gak menghasilkan uang sama sekali yah?

Ternyata persis seperti quote diatas.

Memang benar audience saya menyukai akun @LiburanBali karena memberikan list destinasi di Bali yang bisa dikunjungi.

Tapi ya udah akun saya hanya sebatas referensi saja.

Kenapa Konten Edukasi performs di Instagram?

Ada beberapa hal yang saya ubah dari approach mengelola @LiburanBali saat itu:

  1. Caption setiap foto menceritakan tentang tempat wisata secara lengkap, mulai dari cara menuju kesana, apa yang bisa dilakukan di tempat itu, dll
  2. Membuat Microblog dengan menggunakan fitur Carousels dengan topik-topik yang lebih mengarah ke edukasi market dan menjawab pertanyaan yang sering muncul.

Apa yang terjadi?

Sebelum vs Sesudah Konten Edukasi

Jumlah share dan save dari setiap postingan meningkat. Para follower melihat postingan ini bukan sekedar menginspirasi tapi memberikan detail lengkap dari tempat wisata tersebut.

Tapi yang lebih keren-nya lagi…

Bookingan untuk trip service di Bali naik drastis.

Kog bisa yah?

Ternyata, dengan mengedukasi audience dan membuat konten yang menjawab pertanyaan yang sering ditanyakan (Frequently Asked Questions), saya dilihat sebagai ‘Expert’-nya Bali.

Dan ketika mereka melihat saya juga menyediakan service berlibur di Bali, mereka sudah punya kepercayaan terhadap Brand saya dan memilih LiburanBali.

Lalu seperti apa sih Konten-Konten Edukasi?

Konten Edukasi Membeli Rumah
Konten Edukasi Makeup

Coba deh perhatikan Instafeed kamu, saat ini banyak sekali Postingan yang menginspirasi dengan menggunakan konsep Microblogging Carousel.

Intinya sih postingan-postingan ini mengajarkan audience-nya practical mini lessons yang tujuannya sih sama.. Yaitu mewujudkan Life Goals.

3  Konten Hiburan

“Why so serious?”

Sepertinya kalimat khas Joker ini cocok banget buat menggambarkan kebanyakan akun-akun Instagram Bisnis di Indonesia.

Coba deh perhatikan, isi foto dan captionnya pasti kebanyakan lebih ke arah jualan yang menonjolkan kualitas dan harga dari produk dan jasa yang ditawarkan.

Trus kudu piye?

Contoh Konten Hiburan

Boleh kog sekali-kali kamu selingi beberapa postingan ataupun Instagram Stories dengan konten-konten yang tujuannya purely untuk menghibur audience-mu.

Bisa dengan permainan template, giveaway ataupun sekedar sharing pembahasan yang ringan.

Eh tapi inget tetep harus related sama niche kamu juga tapi yah.. Biar gak out of topic banget.

Caranya bagaimana?

Sadar gak sih, kalau belakangan ini Instagram nge-release banyak banget fitur-fitur baru.

Fitur-fitur yang direlease banyak yang sebenernya gak penting tapi seru juga kalau dicobain.

Fitur Instagram Stories

Mulai dari feature Filter ala Snapchat & TikTok, Polling, Ask Questions, Stickers GIFs dan masih banyak lagi.

Nah, coba deh cari ide-ide konten menghibur yang bisa dikombinasikan dengan fitur-fitur di atas. Dengan begini kamu bisa menonjolkan karakter dan value-value dari Bisnis-mu.

4  Konten Kekinian (Moment Marketing)

Ini adalah salah satu konten andalan saya untuk meningkatkan awareness dan engagement akun Instagram.

Caranya adalah mengaitkan Bisnismu dengan berita, event ataupun aktifitas yang lagi trending saat ini.

Pernah mendengar tentang Ice Bucket Challenge ataupun Mannequin Challenge?

Saya ingat waktu challenge itu baru mulai trending, ada beberapa Bisnis yang up-to-date banget membuat konten dengan konsep ini.

Contohnya, campaign Mannequin Challenge dari Star Wars fans untuk mempromosikan event mereka:

Hasilnya? 

Karena mereka first to share, hasilnya mereka mendapatkan awareness yang tinggi sekali.

Selain Challenges, Bisnis juga bisa mencari ide konten kekinian melalui berita-berita atau event yang sedang trending.

Jangan lupa ‘menunggangi’ Berita dan Event yang lagi trending.

Misalkan ditengah pandemik COVID-19 ini, Grab selalu menampilkan konten-konten yang menampilkan bagaimana mereka beradaptasi di era New Normal ini.

Grab Campaign selama New Normal COVID-19

Dengan begini, Grab mendapatkan simpati yang tinggi dari pelanggan ataupun orang yang belum pernah memakai Grab sama sekali. Grab akan terkesan sangat peduli terhadap kebersihan dan kesehatan pelanggan.

Dan tentunya, konten-konten ini akan di lebih shareable dan mungkin akan meningkatkan jumlah pengguna kedepannya.

PART 2

Bagaimana Mencari Ide Konten Instagram

Oke, saya rasa sampai sini kamu sudah tau yah konten seperti apa saja yang memiliki kemungkinan besar untuk perform bagus ataupun viral.

Namun tetap aja kamu bingung gimana cara come up with ideas untuk konten-konten seperti diatas.

Tenang… Ini dia cara-cara yang selalu saya gunakan untuk mencari ide konten Instagram.

Study Kasus (Case Study)
Untuk mempermudah saya memberikan gambaran jelas cara mencari ide konten, saya akan memberikan contoh-contoh dengan memposisikan diri sebagai pemilik akun Dog Food (penjual makanan anjing peliharaan).
CARA #1

Mulai dengan Listing Sub-Topik dari Bisnismu

Sadar gak sih, kadang kita terlalu fokus dengan topik utama (parent topic) sampai-sampai kita kurang meng-explore sub-topik dari produk ataupun jasa kita.

Padahal ini adalah salah langkah awal untuk mendapatkan banyak ide konten.

Jadi harusnya bagaimana?

Nah, saya menganjurkan kamu diawal sebelum mencari ide konten, cari dulu nih Sub-Topik dari barang atau jasa yang ingin kamu tawarkan.

Caranya bagaimana?

Ada 2 cara yang biasa saya gunakan untuk mencari tau sub-topik dari niche saya, yaitu:

1. Wikipedia

Sebagai situs informasi terbesar di dunia, Wikipedia adalah ‘kitab’ untuk aneka macam topik mulai dari A sampai Z.

Oleh karena itu, saya sangat sering menggunakannya sebagai langkah awal searching topik-topik yang bisa di explore. 

Terutama ketika saya masuk ke niche yang saya sendiri tidak memiliki pengetahuan mendalam.

Nah, bagaimana cara mendapatkan sub-topik produk atau jasa kamu?

Gampang.. Tinggal masukin keyword utama kamu di kolom “Search”.

Misalkan saya masukan keyword Dog Food:

Di bagian “Contents”, kamu akan menemukan beberapa ide sub-topik yang bisa kamu gunakan sebagai referensi untuk mencari ide konten nantinya.

Untuk Dog Food, saya melihat beberapa sub-topik menarik yang bisa di explore seperti:

  • Jenis-jenis makanan anjing,
  • Jenis-jenis nutrisi pada makanan anjing
  • Tipe-tipe diet untuk anjing
  • Dan lain-lain

Nantinya, sub-topik ini bisa kita gunakan sebagai kata kunci saat mencari ide konten dengan metode yang akan saya jelaskan selanjutnya di artikel ini.

2. Specialty E-Commerce dan Blogs

Selain Wikipedia, sebenarnya kamu juga bisa melirik website yang spesialisasi menjual barang ataupun jasa yang sama denganmu.

Specialty E-Commerce dan Blogs biasanya dibuat oleh orang-orang yang mengerti tentang Internet Marketing. Sebelum membuat website tersebut, mereka biasanya melakukan Keyword Analysis mendalam.

Oleh sebab itu, dengan melihat list kategori yang ada di website-website ini, kita bisa dengan mudah menemukan Sub-topik dan ide-ide konten yang menarik.

Seru kan, gak usah capek-capek research ide konten sendiri.

Hmm… tapi bagaimana cara menemukan Website seperti ini?

Jawabannya adalah Googling aja!

Balik ke contoh Dog Food yah…

Ketika saya masukan keyword “Dog Food”, salah satu organic keyword yang muncul adalah chewy.com yang merupakan website e-commerce luar negeri.

Dog-Food-Hasil-Search-di-Google

Ketika dibuka, kita bisa melihat aneka ragam dog food yang dijual oleh mereka. Dan disebelah kiri ada filter yang digunakan untuk menyortir makanan anjing sesuai dengan interest dan keperluan audiencenya.

Yang banyak orang tidak sadar, kategori-kategori ini bisa digunakan sebagai referensi ide topik untuk Instagram.

Sorting-Feature

Misalkan ketika saya scroll ke bawah, dan sampai di bagian Health Feature.

Wah ternyata bisa juga yah kita membuat konten yang membahas masalah kesehatan anjing peliharan dan menghubungkan ke jenis dog food seperti apa yang cocok. Ini saja bisa memunculkan lebih dari 20 konten sendiri

Footer-website

Berikutnya, kamu bisa cari Blog yang dimiliki oleh website ini.

Biasanya sih ada di Header atau Footer dari website.

Sesampai di Blog, kamu bisa melihat kembali Kategori yang dimiliki oleh blog tersebut.

Kategori-Websites

Dalam contoh ini, kamu bisa melihat bahwa mereka memiliki banyak konten yang berhubungan dengan Nutrisi (dengan sub-topik: Pet Diet Tips, Special Diets, Food & Treats dan Supplements).

Selain itu, ada beberapa kategori juga yang diluar Dog Food, seperti Health, Training, Behaviour dan lain-lain.

Apakah perlu juga kita melirik kategori yang diluar apa yang kita jual?

Kalau menurut saya sih perlu.

Dengan membuat konten yang sedikit di luar apa yang kita jual (tapi masih related), maka kita akan semakin dilihat sebagai expertise dalam niche ini.

CARA #2

Mencari Ide Konten dari Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Dari pengalaman saya mengelola Instagram @LiburanBali, saya sering banget mendapatkan inquiry untuk trip liburan ke Bali.

Nah, yang saya perhatikan selama 7 tahun terakhir, pertanyaan yang masuk melalui DM ataupun chat via Whatsapp hampir selalu sama.

Lalu saya berfikir, bagaimana cara agar tidak susah untuk menjawab pertanyaan dari orang-orang ke depannya.

Saya bereksperimen membuat postingan yang menjawab langsung pertanyaan yang masuk.

Ide Konten Pertanyaan

Gak disangka ternyata respondnya sangat baik. Jumlah save dan share yang dihasilkan sangat tinggi.

Saya pun menyimpulkan, konten Frequently Asked Questions seperti ini merupakan salah satu Konten Edukasi yang memiliki tujuan untuk mempermudah calon pelanggan untuk membuat keputusan untuk membeli atau tidak.

Okeh lalu bagaimana kamu bisa mencari Konten FAQ?

1. Direct Message Instagram, Email ataupun Whatsapp

Seperti saya ceritakan diatas, aplikasi komunikasi antara kamu dan pelanggan adalah salah satu platform terbaik untuk menemukan Pertanyaan yang Sering ditanyakan.

Coba browsing email, whatsapp dan instagram kamu 3 bulan terakhir dan list semua pertanyaan yang masuk.

Masing-masing pertanyaan bisa dijadikan konten evergreen alias konten yang akan selalu relevan selama bisnismu masih beroperasi.

Misalkan untuk akun Dog Food, pertanyaan yang sering masuk ke email mungkin seputar:

  • Apakah Dog Food X cocok untuk Anjing Z yah?
  • Berapa banyak takaran Dog Food untuk Anjing umur 6 bulan?
  • Mana yang lebih bagus Dog Food merk A atau Dog Food merk B yah?

Setelah membuat konten-konten FAQs, kamu bisa save link dari masing-masing konten. Jika ada yang menanyakan pertanyaan itu lagi, kamu bisa share konten tersebut.

2. Quora

Let me tell you salah satu platform favorit saya yang jarang orang tau: Quora.

Di Luar negeri Quora adalah salah satu website terbesar dimana orang banyak menanyakan pertanyaan sesuai dengan topik yang mereka inginkan.

Beberapa tahun belakangan, Quora sudah ada yang khusus Bahasa Indonesia.

Quora untuk Mencari Ide Konten Instagram

Namun, saat mencari ide konten, saya tetap menggunakan Bahasa Inggris dan Indonesia.

Cara menggunakannya cukup mudah, kamu tinggal memasukan keyword produk atau jasa-mu di Quora Search Bar.

Tadaaa.. Semua pertanyaan seputar keyword tersebut akan keluar.

Ide-Konten-dari-Pertanyaan-di-Quora

Pro Tips:

Setelah memasukan keyword utama, pilih filter by Topics untuk menampilkan beberapa pilihan Topik yang berhubungan dengan keyword utama. Setelah itu, kamu bisa pilih salah satu untuk melihat pertanyaan seputar topik tersebut.

Ide-Konten-dari-Topik-di-Quora

3. Google & Facebook Page Questions

Saya yakin kamu pasti punya Google Page dan Facebook Fans Page untuk usahamu.

Jika belum, ayo bikin!

Nah, kedua page tersebut memiliki fitur Ask Question yang diperuntukan bagi customer-mu bertanya tentang produk dan jasa yang kamu tawarkan.

Coba perhatikan apakah ada pertanyaan-pertanyaan yang berulang dan bisa diolah menjadi ide konten baru.

Mencari-Ide-Konten-dari-Google-Page

4. Wikihow

Beberapa tahun belakangan ini, ketika saya search beberapa pertanyaan di Google, sering banget muncul jawaban dari WikiHow.

Saking penasarannya, saya buka website utamanya..

Wow! Topik yang ditulis oleh WikiHow ini lengkap banget. Web ini seperti Wikipedia khusus untuk pertanyaan-pertanyaan.

Coba deh masukin keyword topik kamu, dijamin bakal keluar berbagai macam pertanyaan yang bagus untuk dijadikan ide konten Instagram.

Ini saya coba memasukan keyword “Dog Food” sebagai uji coba. Hampir semua artikel yang muncul bisa saya repurpose menjadi konten Instagram kan?

Tips tambahan:
Masukan juga keyword sub-topik yang kamu temukan di Cara 1 untuk mendapatkan ide konten lainnya.

5. Forum Reddit

Kalau ingat jaman dulu, saya adalah orang yang sering main di forum Kaskus. Disana saya bisa menemukan user-user yang memiliki interest beraneka macam.

Coba deh kamu jelajahi beberapa forum yang berhubungan dengan topik usahamu.

Caranya bagaimana?

Pertama, kamu bisa main ke forum terbesar di dunia: Reddit.

Sayangnya kebanyakan provider di Indonesia nge-block akses ke Reddit. Gunakan VPN untuk bisa mengakses forum ini.

Yang keren di Reddit adalah kamu bisa search sub-forum sesuai dengan topik yang kamu inginkan.

Contoh nih, saya search Dog Food di fitur Search Reddit:

Boom! 

Keluar semua subreddit (istilah subforum di reddit) yang berhubungan dengan kata kunci ini, seperti: r/DogFood, r/Dogs, r/rawpetfood, dan seterusnya.

Setelah masuk ke salah satu subreddit, kamu bisa sorting topik pembahasan berdasarkan yang lagi Hot (hangat di perbincangkan), New dan Top.

Mencari-Ide-Konten-dari-Reddit

Perhatikan Threads yang saya tandai dengan panah kuning. Pertanyaan ataupun pernyataan di Threads tersebut bisa dijadikan referensi untuk membuat konten Instagram kan?

CARA #3

Mencari Keyword yang Mahal

Mau tak gak cara mencari ide konten yang pasti menarik untuk target audience mu?

Jawabannya adalah dengan mengetahui kata kunci pencarian (keyword) yang ‘mahal’ di Google.

Mahal dari segi apa?

Dari segi Pay Per Click (PPC) GoogleAds rate.

Semakin tinggi rate harga PPC dari sebuah keyword, artinya ada banyak Internet Marketer yang memperebutkan posisi teratas di Google untuk kata kunci tersebut.

Biasanya keyword-keyword ini memiliki Buying Intent (Niat Membeli) yang tinggi dari pencarinya.

Sehingga pemasang iklan rela mengeluarkan uang lebih dengan harapan hasil search bisa berubah menjadi transaksi.

Okeh, berikut ini ada 2 cara yang biasa saya gunakan:

1. Google Keyword Planner

Buat kamu yang pernah masang iklan di Google pasti gak asing yah dengan tools gratisan yang satu ini?

Ini disediakan oleh Google untuk mempermudah Pemasang Iklan mencari tau Search Volume (Jumlah Pencarian) per bulan untuk kata kunci tertentu.

Misalkan kita search “Dog Food”

Maka Google Keyword Planner akan menampilkan list keyword yang berhubungan dengan Dog Food. Gak ketinggalan estimasi jumlah Search Volume per bulannya.

Namun, untuk skenario “Dog Food” ini memang kebanyakan menampilkan brand-brand makanan anjing saja.

Kalau saya melihat yang seperti ini nih, saya akan membuat konten-konten yang membandingkan dog food Brand A vs Brand B.

Misalkan judul kontennya bisa seperti ini:

Contoh Ide Konten

French Bulldog: Cocokan Blue Buffalo atau Royal Canin yah?

Sekali lagi, saya menegaskan kita harus membuat konten dimana kita akan dilihat sebagai experti dalam bidang ini. 

Nah, kalau kamu memiliki anjing French Bulldog dan membaca judul konten Instagram di atas. 

Kira-kira kamu akan melihat saya sebagai expert gak sih? 

Minimal kamu lebih percaya lah ya sama saya dibandingkan jika saya sekedar posting foto salah satu merek di atas?

2. Keyword Everywhere

Nah, ini dia tools keren buat nyari kata kunci dan ide konten favorit saya.

Bahkan lebih mudah digunakan sih menurut saya dibandingkan Google Keyword Planner.

Tools ini berupa Browser Extension yang cukup di install sekali dan bakal mempercanggih hasil search Google kamu.

Coba lihat nih yah,

Keyword-Everywhere-Ide-Konten

Ketika kita search Dog Food di Google Search (dengan Keyword Everywhere sudah di aktifkan), kamu akan menemukan kolom “People Also Search For”.

Kolom ini menampilkan banyak sekali Suggested Keyword yang bisa kita gunakan sebagai ide konten Instagram.

Bahkan, jika kamu membayar (murah banget kok), kamu bisa menampilkan Volume Search dan harga CPC dari setiap keyword.

Simple dan cepat kan?!

CARA #4

Menemukan Keyword yang Sering Dicari Orang

Seperti sudah saya jelaskan diatas,

Untuk meyakinkan calon pelanggan mau membeli, kamu harus membuat mereka melihatmu sebagai Expert dibidang ini.

Salah satu caranya adalah dengan mengedukasi calon pelanggan dengan membuat konten-konten yang menjawab berbagai pertanyaan yang mereka miliki saat ini.

Trus bagaimana nyari konten seperti ini?

Coba kita lihat kembali ke diri kita yah. Jika kita memiliki pertanyaan, mudahnya biasa kita pasti Googling kan?

Nah, bagaimana caranya supaya kita menemukan keyword yang sering diketik di Google?

Ada 3 cara yang rutin saya gunakan saat melakukan keyword research dan mencari ide konten Instagram:

1. Google Autocomplete

Sadar gak sih kamu ketika lagi ngetik di kolom pencarian, Google secara otomatis ‘menebak’ apa yang kita ingin cari?

Mereka akan menampilkan beberapa pilihan long tail keyword (keyword panjang) yang mungkin akan menarik buat kamu.

Kali ini saya mau bagikan rahasia menggunakan fitur ini untuk mencari keyword.

Siap-siap..

Kamu cukup mengetikkan alphabet a sampai z secara bergantian setelah parent topic-mu.

Seperti ini misalnya:

Ketika kamu memasukan keyword “Dog Food a”

Google Autocomplete

Google secara cekatan langsung menampilkan list pencarian seperti ini:

Wah dari sini saya menemukan topik “Dog Food Allergies”, ini bisa menjadi ide banyak sekali konten kedepan.

Lalu kamu bisa lanjut mengganti dengan pencarian “Dog Food b”, “Dog Food c” dan seterusnya.

2. Kolom “People Also Asked”

Untuk memperdalam ide konten yang kamu temukan dari cara diatas, kamu bisa melihat hasil Search Result dari keyword tadi.

Misalkan hasil pencarian Dog Food Allergies:

Ketika kamu scroll down hasil pencarian, kamu akan melihat kolom “People Also Asked”.

Google People Also Asked

Ini adalah kolom untuk pertanyaan yang sering ditanyakan di Google.

Dari sini kamu bisa menemukan paling tidak 4 – 10 pertanyaan yang bisa diubah menjadi konten Instagram kan?

Coba deh bayangkan ketika calon pelanggan-mu melihat konten Instagram yang menjawab pertanyaan-pertanyaan ini di Feed Instagram-mu.

Saya bisa pastikan paling engga 80% akan memilih kamu dibandingkan kompetitor karena mereka melihat kamu sebagai bisnis yang expert di bidang Dog Food.

3. Google Suggestion

Google is a masterpiece tools for content ideas!

Coba deh, kamu lanjut scrolling hasil pencarianmu barusan. Masih di hasil pencarian “Dog Food Allergies”.

Scroll terus sampai di paling bawah.

Kamu akan menemukan satu lagi section yaitu Search Related to…

Ini adalah pencarian yang sering ditanyakan dan biasanya lebih spesifik dibandingkan parent topic.

Beberapa dari keyword ini pun bisa kamu gunakan sebagai ide-ide konten Instagram.

CARA #5

‘Curi’ Konten Viral Kompetitor

Dari pengalaman saya di Instagram selama 7 tahun,

Salah satu cara memastikan konten Instagram kita perform bagus ataupun viral adalah dengan ‘mencontek’ konten-konten viral dari kompetitor kita.

Eits, sebelum dihujat.. 

Mencontek disini hanya sebatas ide topik yah. Bukan isi secara plek-plekan.

Ingat prinsip ATM yah. Amati, Tiru dan Modifikasi.

  • Amati topik seperti apa yang perform. 
  • Tiru cara dan beberapa poin yang dibawakan. 
  • Modifikasi gambar dan cara penulisan sesuai dengan gaya dan pencitraan Brand-mu.

Oke, sebelum lanjut cara lainnya, saya akan menunjukan bagaimana kamu bisa mencari konten-konten viral dari kompetitor untuk di jadi ‘sumber’ ATM.

Pernah gak sih kamu scrolling terus menerus di Instagram Profile kompetitor-mu untuk ngeliat konten mereka yang terbukti perform?

Saat awal mengelola akun @LiburanBali, saya bahkan menghabiskan 2-3 jam sehari untuk browsing foto-foto bagus dari para kompetitor, influencer maupun hashtag tertentu.

Gak lama saya burn out dan jadi males bikin nyari ide konten.

Sampai akhirnya saya nemu tools canggih buatan anak negeri sendiri yaitu Virol.

VIROL ANALYTICS UNTUK mencari ide konten

Dengan Virol, kamu bisa menarik data seluruh postingan kompetitor-mu.

Dan yang kerennya lagi, kamu bisa menyortir berdasarkan seberapa tinggi engagement yang didapat oleh setiap postingan yang ada.

Fitur-Sortir-di-Virol

Ini sangat mempermudah saya saat mencari ide konten Instagram.

Apalagi kamu juga bisa mendapatkan rekomendasi user-user yang memiliki authority dan influence dengan sekedar mengetikkan keyword yang diinginkan.

Dan rekomendasi hashtag dan lokasi juga bisa.

Dari yang biasanya saya perlu 2-3 jam per hari untuk mencari sebuah konten. Sekarang saya dengan mudah menemukan ide konten untuk 30 hari dalam waktu kurang dari 1 jam.

CARA #6

Mencari Konten yang Happening / Viral

Saya ini adalah salah satu penggemar konten-konten dari akun Instagram @GrabID.

Alasannya, mereka sangat pintar mengaplikasikan Moment Marketing di konten Instagram mereka.

Mulai dari konten-konten selama Pandemik Covid-19 yang menampilkan effort mereka dalam memberikan service yang bersih dan ala-ala new normal.

Sampai memanfaatkan launching film yang lagi trend di Indonesia dengan membuat parodi yang berhubungan dengan Brand Grab sendiri.

Aquaman-Grab

Hasilnya apa?

Konten-konten yang ‘riding the wave’ hal yang sedang trend dan viral, biasanya lebih tinggi kemungkinannya untuk menghasilkan engagement dan share yang besar.

Jadi kebayang yah, membuat konten berdasarkan topik yang lagi trending bisa membuahkan hasil yang tinggi.

Eh, tapi gimana cara nyari topik-topik yang lagi hangat diperbincangkan saat ini?

1. Google Trend

Sebagai platform pencarian terbesar, Google memiliki satu tools dimana marketer seperti saya dapat mencari tau topik apa yang lagi ‘HOT’ di niche saya.

Google-Trend-Ide-Konten

Cukup memasukan keyword dari Parent Topic yang kita mau, dan Google Trends akan menampilkan beberapa topik yang paling sering dicari.

Dan kerennya, kamu bisa menyortir berdasarkan time frame yang kamu inginkan. Mulai dari topik yang trending dari 5 tahun terakhir sampai 1 jam terakhir. Wow!

Nah, supaya lebih up to date, kamu juga bisa loh daftar (subscribe) notifikasi untuk keyword yang kamu inginkan.

Jadi setiap kali ada topik yang mendadak trending, kamu bakal dikirimkan email sama Google.

Alhasil, kamu bisa secepatnya membuat konten yang berhubungan dengan topik yang lagi naik tersebut.

Sebagai contoh:

Ketika saya memasukan keyword “Dog Food” pada mesin pencarian Google Trends, saya menemukan beberapa topik seperti dibawah ini.

Kita bisa menyortir juga berdasarkan negara mana yang ingin kita target. Karena tentu setiap negara memiliki pembahasan yang berbeda-beda untuk parent topic yang sama.

Google Trend

Disini saya mendapatkan 2 topik yang cukup menarik yaitu “Grain Free Dog Food Heart Disease” dan “Blue Buffalo Lawsuit

Dari sini saya bisa brainstorm ide konten untuk Instagram, misalkan:

  • Apa benar makanan bebas Gandum menyebabkan penyakit jantung pada Anjing?
  • Belajar dari Kasus Blue Buffalo, Bagaimana Menentukan Dog Food yang tepat untuk Anjing Peliharaan-mu?
CARA #7

Mencari Ide dari Testimonial Pelanggan

Coba kamu ingat kembali terakhir kali membeli sesuatu online.

Apa yang kamu lakukan sebelum akhirnya memutuskan kalau “oke gue beli!”

Kalau saya sih biasanya baca review dan testimoni dari orang-orang yang sudah lebih dulu membeli barang atau jasa tersebut.

Dari review, biasanya saya bisa menyimpulkan apakah produk atau jasa ini benar-benar apa yang saya perlukan untuk ‘masalah’ saya saat ini.

Nah, dengan memanfaatkan apa yang pelanggan kita pernah tulis ataupun bagikan di sosial media, kita sebenarnya bisa menggunakannya sebagai ide konten Instagram juga loh.

Bagaimana caranya?

1. Mencari Ide Konten Storytelling dari Instagram Tagged Photos

Saya yakin kamu pasti jaraaanngg banget memperhatikan fitur yang satu ini di Instagram.

Melalui fitur Tagged Photos, kamu sebenarnya bisa melihat foto-foto yang dibagikan oleh existing customer-mu.

Tagged-Photo-Example

Mereka biasanya membagikan foto-foto yang menceritakan pengalaman mereka saat menggunakan produk ataupun jasa yang kamu tawarkan.Lalu apa yang harus kamu lakukan dengan foto-foto ini?

Saran saya, coba pelajari foto tersebut dan amati apakah ada cerita dibalik foto itu yang bisa kamu gunakan untuk membuat konten.

Cerita yang menampilkan bagaimana mereka ‘tertolong’ karena menggunakan barang atau jasa-mu.

Tertolong disini bisa:

  • Membuat masalah yang mereka miliki terselesaikan (solve a problem)
  • Membuat sesuatu lebih mudah dikerjakan (lebih efisien)
  • Membuat kualitas hidup mereka lebih tinggi (happy)

Sebagai contoh kasus

Saat saya melihat beberapa Tagged Photo dari Pedigree US (salah satu brand pet food), saya melihat salah satu photo berikut ini:

Dari sini saya menyimpulkan bahwa Breakfast time bersama anjing kesayangan sebenarnya bisa menjadi salah satu Quality time bagi para dog lovers.

Ini bisa saya gunakan sebagai salah satu konsep photoshoot saya ketika akan mengambil foto produk kedepannya.

Daripada sekedar foto produk dog food di mangkok, akan lebih menarik jika foto yang saya ambil menampilkan seseorang yang sedang menikmati sarapannya bersama anjing kesayangannya (yang juga sedang sarapan produk saya).

2. Review dari Online Platform (Facebook, Google, Marketplace, dan sejenisnya)

Saya selalu bilang kepada client,

Konten bagus (positive review) ataupun konten keluhan (negative review/complaint), sebenarnya bisa loh diubah menjadi konten yang ‘perform’.

Justru konten-konten seperti ini bisa lebih mudah meyakinkan calon pembeli untuk mengambil keputusan.

Kog bisa?’

Melalui review, kita dengan mudah menemukan:

  • Pertimbangan pelanggan sebelum membeli
  • Hal positif yang disukai oleh pelanggan
  • Dan yang terpenting hal-hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi mereka

Selanjutnya, melalui positive review kamu bisa mendapat ide konten yang semakin membuat calon pembeli percaya produk atau jasamu akan mampu menolong mereka.

Sedangkan melalui negative review, kamu bisa membuat konten-konten yang dapat meyakinkan calon pembeli untuk tetap mempertimbangkan atau malah meyakinkan mereka untuk tetap membeli.

Contoh:

Contoh Testimonial-Client-Dog-food

Setelah membaca ini, pasti kamu langsung ‘illfeel’ untuk membeli produk dog food ini kan?

Tapi bagaimana kalau kita sebagai pemilik Brand membuat konten yang menggunakan ini sebagai studi kasus (case study) dan ditopang juga dengan pendapat dari Industry expert, misalkan Dokter hewan.

Mungkin konten yang dibuat bisa seputar alergi makanan anjing yang membahas ada beberapa kandungan dalam dog food yang tidak cocok pada anjing tertentu.

Kamu bahkan bisa merekomendasikan produk-mu yang lain yang lebih cocok untuk anjing tersebut.

Dengan membuat konten seperti ini, calon pembeli merasa aman dan yakin bahwa yang salah bukan pada produk. Sama seperti manusia, hewan pun ada yang memiliki alergi tertentu

PART 3

Kesalahan Umum Saat Mencari Ide Konten

Eits tunggu dulu,

Saya tau kamu pasti uda gak sabar mencari ide konten setelah saya jabarkan cara-cara diatas…

Tapi tunggu dulu, karena 80% dari yang sudah tau trik-trik di atas juga biasanya tetap gagal dalam membuat konten Instagram yang konsisten menghasilkan engagement yang baik.

Apa aja penyebabnya? Yuks langsung kita bahas..

KESALAHAN #1

Tidak Melakukan Batching Ide

Awal-awal mengelola Instagram @LiburanBali, saya bekerja sendiri.

Mulai dari nyari konten, nulis caption, balas komentar dan pertanyaan yang masuk, sampai membangun komunitas.

Untungnya dulu masih belum ada terlalu banyak fitur seperti Story, Live dan lain-lainnya.

Salahnya, saya melakukan semua aktivitas itu setiap hari untuk konten yang akan di publish saat hari itu juga.

Alhasil, setelah menjalani rutinitas seperti itu selama 1 tahun penuh, saya pun burnout dan tidak menyentuh Instagram selama beberapa bulan berikutnya.

Ketika kembali, saya melakukan hal yang sama… tapi…

Engagement saya drop 90%!

Belajar dari pengalaman ini, ada 3 hal yang saya pelajari:

  1. Algoritma Instagram akan penalize akun kita jika tidak konsisten dan vakum dalam waktu lama
  2. Untuk bisa konsisten membuat konten, kita perlu sistem yang baik mulai dari mencari sampai membuat konten
  3. Sistem yang baik untuk mencari dan membuat konten adalah dengan Batching.

Hmmm.. apa itu Batching?

Begini,

Intinya untuk mempermudah kita mengelola Instagram, kita perlu breakdown kegiatan apa saja yang kita harus lakukan.

Selanjutnya, berikan masing-masing aktivitas itu jumlah waktu setiap minggu atau bulannya.

Misalkan, saya mengalokasikan 4 hari x 8 jam sebulan untuk mencari ide konten (Content Creation).

Schedule Slots

Nah, slot waktu ini lebih baik dimasukan per hari sehingga kita bisa fokus mendedikasikan setiap harinya untuk aktivitas tertentu.

Jika kamu lihat diagram diatas, saya mendedikasikan hari:

• Senin: Mencari Ide Konten untuk keperluan 1 Minggu
• Selasa & Rabu: Membuat Konten untuk kebutuhan 1 Minggu
• Kamis: Administrasi Kantor dan Aktivitas Sales
• Jumat: Scheduling dan Merencanakan Story
• Sabtu: Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Skill Investment)

KESALAHAN #2

Tidak Mempelajari Interest dari Target Market

Hampir 90% dari akun yang ada di Instagram tidak memiliki target market yang jelas.

Ya mereka sih kurang lebih tau yah siapa calon pelanggan mereka.

Namun, mereka tidak mempelajari target market mereka secara detail.

Apa yang biasa saya lakukan adalah membuat Target Market Persona untuk setiap akun yang saya pegang.

Apa itu Target Market Persona?

Ini adalah analisa super detail yang membahas secara lengkap ‘wujud’ dan kebiasaan dari salah satu pelanggan.

Mulai dari yang dasar seperti usia dan status. Sampai membahas interest, pain point, behaviour sehari-hari, purchase behaviour dan masih banyak lagi.

Buat apa harus sampai membahas sedalam itu?

Dengan begini, kamu dapat membuat konten yang benar-benar deep (mendalam).

Coba lihat kedua konten berikut ini:

Post #1

Ide-Konten-Instagram-Postingan

Post #2

Kira-kira, jika keduanya dipublish bersamaan, yang mana akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk dibaca dan meyakinkan si Sarah untuk membeli produk tersebut?

Saya yakin yang kedua pasti perform lebih bagus dibanding yang pertama.

Untuk bisa mendapatkan ide konten yang mendalam seperti ini, kamu perlu membuat Target Market Persona terlebih dahulu.

KESALAHAN #3

Mencuri Konten Kompetitor / Orang Lain

Pernah gak sudah susah-susah research ide konten, meluangkan waktu berjam-jam bikin konten dan saat di publish…

Boom! Viral!

Seneng kan yah rasanya..

Eh tiba-tiba besoknya, kamu melihat konten yang kamu buat di publish oleh akun lain!

Tanpa credit ataupun nge-tag akun kamu.

Dan parahnya lagi, akun itu dapat engagement yang tinggi dan dipuji-puji followernya karena membuat konten yang sangat bagus.

Wah, keselnya sampe ke ubun-ubun tuh! Saya pernah mengalaminya!

Saya yakin kamu-pun akan merasakan hal yang sama.

Oleh karena itu, akan sangat lebih bijaksana jika kita menemukan konten yang bagus dari orang lain.. Kita gak asal jiplak.

Langkah yang benar adalah mengirimkan Direct Message (DM) kepada orang itu dan minta ijin menggunakan foto mereka dengan credit ke akun mereka.

Atau jika kontennya berupa Microblog Carousel, kamu bisa membuat konten yang serupa dengan ditambahi poin-poin pendukung yang orisinil dari sudut pandangmu.

Dan jangan lupa mention akun asli yang ‘menginspirasi’ postinganmu itu.

Jika tujuanmu di Instagram adalah membangun komunitas di sekitar target market-mu, maka ini akan meningkatkan kesempatan untuk kolaborasi dengan figur-figur yang berdampak (influencer).

Selain itu, Algoritma Instagram-pun akan lebih cepat mengkategorikan akunmu di niche yang sesuai.

Konklusi

Saya harap guide ini bisa ‘meringankan’ beban saat harus mencari Ide Konten Instagram.

Sekarang, saya ingin tau cara mana yang akan kamu gunakan untuk mencari ide konten?

Apa kamu akan mulai menyaring pertanyaan yang sering ditanyakan oleh follower?

Atau kamu mau mulai dengan menggunakan Google untuk mencari ide konten?

Ayo komen di kolom komentar dibawah ini yah!

Loss Aversion, Psikologi di Balik Untung dan Rugi

Loss Aversion

Lost Aversion, Psikologi di balik Untung dan Rugi

Ditulis oleh Cindy Levina

Coba bayangkan dulu yah skenario percakapan seorang Ibu dan Sales service mobil berikut:

“Bu, sebaiknya Sparepart ini diganti yah supaya kedepannya mobil Ibu lebih irit bensin

Ah, bisa aja nih sales, mau upselling gw. Kurang lebih itu mungkin yang terpikir oleh si Ibu.

Bayangkan kembali kalau misal kita ubah bahasa-nya menjadi:

“Bu, sebaiknya Sparepart ini diganti yah, kalau engga mobil Ibu bakal boros bensin

Kedua skenario diatas sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menawarkan penggantian sparepart mobil. Hanya framing penawaran-nya aja yang berbeda.

Yang pertama berfokus kepada apa yang akan pelanggan dapatkan (lebih irit) sedangkan yang kedua berfokus kepada potensi kehilangan (lebih boros).

Menurut Anda mana yang lebih efektif?

Saya yakin penggunaan kalimat kedua memiliki efek yang lebih ampuh buat bikin si Ibu ngeluarin kartu kredit-nya buat belain bayar sparepart baru itu.

Kenapa yah?

Karena pada dasarnya secara naluri kita lebih takut untuk kehilangan daripada mendapatkan sesuatu walaupun dengan value yang sama.

Loss Aversion di Kehidupan Sehari-hari

Coba bayangkan Anda lagi jalan di dekat rumah dan gak sengaja nemuin uang Rp. 100.000.

Mungkin setelah 1-2 hari, Anda udah gak inget tentang kejadian ini.

Tapi coba bayangkan lagi ketika Anda kehilangan uang dengan nominal yang sama.

Mungkin sampai 1 minggu kedepan, Anda masih mencoba ingat-ingat dimana yah uang itu keselip.

Skenario lainnya nih,

Sadar gak, ketika Anda jalan kaki malam hari di trotoar kota.

Biasanya Anda lebih waspada dengan wajah orang yang terlihat seram atau gerak gerik mencurigakan daripada ketika ada wajah ramah yang tersenyum pada Anda.

‘Fenomena’ ini disebabkan karena manusia lebih sensitif terhadap hal buruk daripada hal baik.

Inilah yang disebut dengan Loss Aversion, ‘losses loom larger than gains’.

Video di atas adalah Social Experiment yang tepat untuk menunjukan seberapa besar Loss Aversion menginfluence perilaku kita.

Loss Aversion di Perusahaan

Setiap kali meeting awal dengan Client baru, saya sering ditanya:

“Mba, kenapa yah staff saya tuh gak bisa lebih inisiatif dan kreatif. Selalu semua-semua harus saya yang kerjakan atau putuskan?”

Untuk menjawab ini, saya rasa kita harus memposisikan berdiri di sepatu karyawan.

Karyawan tau mereka memiliki gaji tetap di perusahaan dengan bekerja setiap hari. Dan mereka akan melakukan pekerjaan sesuai job description yang ada di kontrak kerja.

Sekarang, apabila mereka dituntut untuk keluar dari zona nyaman mengambil keputusan atau mengeluarkan ide. 

Dalam hati mungkin mereka takut “Waduh, salah-salah nanti gaji saya dipotong” atau mereka simply gak mau kehilangan muka di depan kolega mereka karena mengajukan ide ‘bodoh’.

Bagaimana Bisnis Memanfaatkan Loss Aversion?

Diantara sekian banyak Fallacy, Loss Aversion adalah salah satu yang paling melekat di kehidupan sehari-hari.

Bahkan Marketer sering tanpa sadar menggunakan teknik ini untuk meng-influence pola pembelian.

Product Bundling

Ketika masuk ke toko retail, pasti Anda sering menemukan Product Bundling yang menawarkan beberapa varian produk dengan harga lebih murah daripada jika beli satuan.

Product Bundling Loss Aversion

Sehingga Anda mulai berpikir “Aduh sayang nih kalau ga beli yang ini” padahal belum tentu Anda perlu semua isian dalam bundling tersebut.

Kita akan dibuat berpikir “Sayang kalau ga di beli….” apalagi kalau diberi embel-embel Limited Offers.

Product Sizing

Saya yakin Anda familiar dengan Starbucks yang memiliki 4 variasi ukuran minuman.

Starbucks Sizes Loss Aversion

Nah, sekarang hampir setiap coffee shop menerapkan hal yang sama. Gak cuma itu banyak usaha lain yang menawarkan produk dengan ukuran yang berbeda-beda.

Tujuannya apa?

Sederhana saja, upselling.

Mayoritas dari kita memiliki kecenderungan untuk memesan 1 ukuran dibawah ukuran terbesar. Bukan yang terkecil, karena tanpa sadar, kita takut pilihan yang terkecil tidak cukup (kurang).

Efek FOMO (Fear of Missing Out)

Banyak Brand besar menciptakan produk Limited Edition yang hanya dijual dalam jumlah tertentu atau periode tertentu.

Brand fashion Supreme mungkin adalah salah satu yang paling jago menggunakan teknik ini.

Supreme Loss Aversion

Dengan dukungan selebriti, influencer dan partnership dengan brand besar lainnya. Supreme bisa menjual produknya dalam jumlah hitungan hari.

Ini membuat demand yang besar sekali. Akibatnya harga barang-barang Supreme melambung tinggi. Bayangkan satu buah kaos dengan logo Supreme bisa dijual di atas USD$5,000!

Tips memanfaatkan Loss Aversion dalam Marketing adalah bagaimana menciptakan komunikasi sehingga timbul persepsi pelanggan bahwa mereka akan kehilangan sesuatu (kesempatan, trend, materi atau lainnya) jika melewatkan penawaran yang diberikan.

Lalu, Apa Bisa Menghindari Loss Aversion?

Jujur saja, Loss Aversion gak bisa dihilangkan dari keseharian kita.

Coba perhatikan nenek moyang kita yang harus berburu di hutan. Satu kesalahan kecil saja bisa menyebabkan kematian.

Dan turun-temurun, kita akan diingatkan untuk selalu berhati-hati agar selamat melewati berbagai tantangan zaman.

Ini sebabnya, tanpa sadar kita akan selalu lebih peka terhadap hal negatif dibandingkan hal positif.

Namun, penting bagi Anda untuk sadar bahwa timbangan resiko kita tidak pernah berimbang, kita akan selalu menaruh beban lebih untuk hal yang kita anggap buruk.

Setelah saya pikir-pikir, mungkin Loss Aversion inilah alasan para Jomblo merasa bahagia.

Mendapatkan saja belum, bagaimana bisa kehilangan ? #ehhh

About the Writer

Cindy Levina has spent her career helping brands create better customer relationships through social media, content marketing, and public relations. Her passion working with influencers and creating a meaningful digital campaign has made her a force to be reckoned with. You can follow her on Instagram @cindylevina or on LinkedIn 

Facebook
Google+
Twitter
LinkedIn
© 2020 CV. Kontento. All Rights Reserved

Intangible Added Value: Tips Meningkatkan Nilai Bisnis Anda dengan Biaya Rendah

Intangible Value Added

Intangible Added Value: Tips Meningkatkan Nilai Bisnis Anda dengan Biaya Rendah

Ditulis oleh Indra R. Pangestu

Saya yakin jika anda sudah cukup lama di dunia bisnis, anda pasti sadar kalau biaya untuk mendapatkan pelanggan baru (Customer Acquisition) jauh jauh lebih tinggi dibandingkan biaya untuk ‘mengajak’ pelanggan untuk membeli lagi (Repeat Purchase).

Tapi kebanyakan pelanggan saya cuman datang sekali dan gak pernah balik lagi loh” curhat salah satu klien kami, “habis gimana yah, ada banyak saingan yang mereka bisa gonta ganti cobain.”

Nah, sebenarnya kunci dari pelanggan itu kembali atau tidak ke bisnis Anda hanya satu, yaitu mereka harus merasa puas.

Eh tapi pelanggan saya puas kog, tapi tetep gak balik.”

Ya mungkin puasnya hanya sekedar puas, karena di Kontento kami mengukur kepuasan pelanggan dengan rumus:

Customer Satisfaction (Kepuasan) = Perceived Value – Expectation

Jika anda ingin meningkatkan Kepuasan, tentu caranya adalah dengan meningkatkan Perceived Value dari produk ataupun jasa Anda.

Apa itu Perceived Value?

Perceived Value adalah nilai apresiasi yang diberikan oleh pelanggan terhadap produk ataupun jasa Anda.

Nilai apresiasi ini tidak melulu soal harga yah.

Namun bisa juga dalam bentuk waktu, perhatian, privacy, status, kenyamanan, ketenangan pikiran (ease of mind), kebahagiaan, hiburan, dan masih banyak lagi.

Sebagai contoh:

Ketika saya pergi ke Jepang bersama anak kembar saya yang waktu itu masih berumur 2 tahun.

Banyak banget keperluan barang yang harus kami bawa mulai dari popok, baju ganti sampai pengering botol. Intinya, koper yang kami bawa jauh lebih banyak dibandingkan traveller pada umum-nya.

Sedangkan kami tau, untuk traveling antar kota di Jepang, kami nantinya harus gonta-ganti kereta beberapa kali. 

Bagasi
Bisa bayangkan bagaimana saya dan istri harus mengendong 2 anak bayi umur 2 tahun dengan bagasi sebanyak ini?

Sangat tidak memungkinkan membawa begitu banyak barang, belum lagi stroller anak-anak. Apalagi nanti harus naik turun eskalator, lihat peta, lari-lari kejar kereta.

Mikirinnya aja dulu sempet pengen bikin kami membatalkan rencana travelling. Repot!

Untungnya saat itu saya menemukan jasa pengiriman koper mulai dari Airport ke Hotel, sampai antar hotel beda kota di Jepang.

Saat itu harga yang dibandrol sebenarnya ya pasti lebih tinggi daripada jasa pengiriman barang di Indonesia. 

Namun, bayangan kami bisa travelling cuman bawa stroller dan koper langsung sudah sampai di kamar hotel membuat harga yang harus dibayar menjadi reasonable buat kami. So we use their service.

Nah, jika jasa yang sama ditawarkan ke turis backpacker. Saya yakin mereka akan menolaknya. Lebih murah dan praktis bagi mereka menggendong barang kemana-mana.

Lalu Bagaimana dengan Expectation?

Saya rasa Anda pasti memiliki bayangan tentang apa itu Ekspektasi (Expectation).

Ketika kita melakukan sebuah transaksi, kita pasti punya suatu ekspektasi tertentu.

Expectation

Semakin mahal kita membayar untuk sebuah produk atau jasa maka ekspektasi kita akan semakin besar.

Ekspektasi ini biasanya muncul dari referensi dan pengalaman kita (atas produk/jasa yang sama) sebelumnya.

Jika pelanggan belum pernah menggunakan jasa atau membeli produk yang serupa, maka ekspektasi mereka akan sulit diperkirakan.

Bisa terlalu tinggi, ataupun terlalu rendah.

Contohnya:

Ketika saya mencoba fine dining untuk pertama kalinya. Saya dan mantan pacar (sekarang istri), sama sekali tidak tau apa yang akan kami terima. Kami datang tanpa ekspektasi (low expectation).

Diakhir sesi fine dining, kami sangat puas karena makanan yang disajikan sangat unik dan servis-nya pun sangat berbeda dengan makan di restoran biasa.

Akhirnya, pengalaman pertama ini menjadi tolak ukur expectation saya ketika fine dining berikutnya.

Bagaimana Cara Meningkatkan Perceived Value?

Tantangan lain yang sering dihadapi adalah ketika ingin MENAIKKAN HARGA untuk meningkatkan margin, tentu Perceived Value pelanggan harus ditingkatkan.

Kenapa?

Karena kita harga meningkat, tentu ekspektasi juga bertambah.

Untuk menjaga Kepuasan pelangga tetap terjaga di level yang kita inginkan maka Perceived Value harus ditingkatkan juga.

Solusi yang menurut saya baik untuk meningkatkan Perceived Value adalah dengan memberikan Added Value (nilai tambah) kepada produk ataupun jasa Anda.

Added Value sendiri dibagi menjadi 2 macam: Tangible (berwujud) dan Intangible (tidak berwujud) Added Value.

Tangible Added Value

Penambahan nilai dari produk dan jasa biasanya terlihat jelas dan bisa diukur dengan mudah oleh pelanggan.

Tangible Added Value biasanya dilakukan dengan mengganti kualitas bahan baku produk menggunakan yang lebih premium, menambah kuantitas produk dan lain sebagainya yang bersifat nyata.

Untuk sektor perhotelan, biasa ini terlihat dari equipment yang digunakan. Mulai dari ranjang super empuk, sprei dengan thread count tinggi ataupun memberikan welcome drinks and fruit yang beraneka ragam.

Tangible Added Value biasanya berujung dengan penambahan biaya (COGS) produk, sehingga margin pun berkurang.

Oleh sebab itu, pada artikel ini kami akan lebih konsentrasi ke Intangible Added Value.

Intangible Added Value

Disclaimer, Intangible Added Value juga tentu memerlukan biaya, namun cenderung jauh lebih kecil bahkan terkadang bisa tanpa biaya (hanya perlu kreativitas dan hati).

Umumnya, saya hanya perlu merubah rangkaian proses pelayanan yang sudah ada atau menambahkan value tertentu ke produk.

Kali ini saya akan memberikan 5 contoh Intangible Added Value yang sering Kontento bagikan ke Client:

1  Surprise, Surprise !!!

Kalau saya tanya, bagaimana cara menghilangkan Expectation dari rumusan paling awal tadi?

Tentu dengan memberikan elemen Surprise yang tidak di- expect oleh sang pelanggan.

Untuk menjelaskan ini, saya akan bagikan pengalaman saya ketika menginap di salah satu 5 Star Villa di Ubud bersama anak-anak dan istri.

Jujur, selama stay saya sangat puas dengan kualitas kamar, pelayanan, makanan dan pemandangan yang disajikan.

Tapi ada satu sentuhan yang membuat kami sekeluarga surprise in a very good way.

Sesaat setelah check out, ketika kami mau masuk ke dalam mobil untuk pulang ke rumah, staff reception membawakan kami satu kotak kue ringan dan 4 botol air minum sambil berkata:

Pak Bu, ini ada sedikit cemilan untuk adik-adiknya selama perjalanan. Sudah hampir jam 12 siang, biar ada buat ganjel selama perjalanan

Wow! Saya tidak expect ini. Apalagi kami sudah check out.

Saya yakin ini memang salah satu SOP yang sudah dibikin, namun jujur saya tidak pernah mengalami ini di hotel lain.

Dan, jika kue ini diberikan saat check out tentu surprise-nya bisa biasa aja. Karena kami akan berpikir this is just a part of their checklist saat checkout.

Tapi memberikannya saat kami mau masuk mobil. It’s genius sih menurut saya.

Dan yang terpenting, kue dan 4 botol air? Saya yakin cost-nya tidak lebih dari Rp 20.000

2  Personalization

Banyak bisnis (terutama Bank) rajin mengirim hampers untuk nasabah premium pada hari besar seperti Ulang Tahun ataupun Wedding Anniversary.

Awal-awal mungkin hal ini sangat menyenangkan karena kita merasa diperhatikan. Namun setelah beberapa tahun, ini menjadi sebuah hal yang biasa. Nothing Special, bahkan pelanggan expects to receive this treatment.

Sebagai Account Relation Bank yang kreatif dan peduli terhadap nasabahnya, maka tinggal keluar effort lebih sedikit saja, maka hasil yang didapat akan jauh berbeda.

Misalkan, Anda bisa mencari lebih jauh sentimental things yang pelanggan Anda miliki. Hal yang pelanggan Anda passionate.

Seandainya pelanggan berencana Anniversary, Anda bisa stalking media sosial pelanggan untuk mencari tahu tempat pertama mereka dating.

Treat them to a romantic candle light dinner at the place (if possible), dengan sebuah surat yang ditulis dengan tangan tentang betapa istimewanya si pelanggan untuk Anda. And this is a little something to say thank you.

Thank-you-note: Personalize Value Added
Ilustrasi Thank You Note. Tuliskan beberapa hal personal untuk membuat lebih efektif

Biaya yang dikeluarkan tentu tidak akan berbeda jauh dari Hampers yang biasa dikirim. Tapi impact-nya jauh lebih memorable.

Bisa jadi sehabis itu si nasabah langsung memindahkan dana yang dititipkan di bank lain. Who knows?

3  Involvement

Apakah Anda pernah makan di restoran Korea dimana Anda masak daging yang dipesan sendiri?

Atau saya yakin Anda pernah sekali dua kali membeli furniture di IKEA dan merakit produk itu sendiri.

Apakah Anda sering kembali membeli produk dari kedua tempat diatas karena harganya paling murah?

Mungkin, tapi ada rahasia yang sebenarnya sukses di-implementasi baik oleh IKEA maupun restoran Korea.

Yaitu Customer Involvement, atau keterlibatan pelanggan pada proses bisnis.

IKEA Effect Involvement Value Added
Image Credit: Clement127 (Flickr)

Survei membuktikan bahwa pelanggan IKEA sangat puas dengan pembelian mereka. Namun yang membuat mereka happy adalah sense of competence yang didapatkan. Dalam hati seakan berkata “Bisa loh gw merakit sendiri lemari baju ini.”

korean bbq

Nah, bagaimana dengan restoran Korea? Coba perhatikan siapa yang biasanya memasak makanan saat di restoran Korea? 

Paling hanya 1-2 orang saja bener gak?

Kemungkinan besar, orang-orang yang masak ini memiliki keinginan untuk menunjukkan kepada teman-temannya bahwa, “Gw bisa loh masak, nih cobain deh masakan gw.”

Dari 2 case ini, kita bisa melihat bagaimana Involvement bukan hanya bisa meningkatkan Kepuasan Pelanggan, namun secara segi operasional Anda pun bisa sedikit berhemat.

4  Customization

Solusi ini paling cocok untuk Anda yang menjual produk komoditas. Dengan persaingan yang biasanya berujung dengan perbedaan harga, Product Customization bisa menjadi penentu puas atau tidaknya pelanggan Anda.

Share-a-coke Campaign
Image credit: Marketeers.com

Mungkin Anda ingat campaign “Share a Coke” dari Coca Cola yang sempat viral dengan botol minuman yang di desain tanpa logo Coca Cola? Logo diganti dengan Nama Depan paling populer di setiap negara.

Nutella Campaign Name Botol

Atau Nutella yang melakukan hal serupa?

Keduanya tidak hanya mendapatkan lonjakan penjualan, namun pelanggan merasakan koneksi emosional terhadap brand Coca Cola.

Nike Intangible Value Added: Customization

Nike juga adalah salah satu Brand yang paling awal memperkenalkan Customization untuk produk yang dijual secara online.

Pelanggan bebas untuk menentukan warna, ukuran dan bahkan model sepatu yang diinginkan.

Melalui proses customization, bukan cuma Nike mampu menjual langsung Direct to Customer dengan harga premium, namun kepuasan pelanggan pun terdongkrak tinggi.

Kira-kira, adakah elemen dalam bisnis Anda yang bisa dibuat lebih customized tanpa menyulitkan proses produksi? Jika iya, this is a great way to increase your Customer Satisfaction.

5  Symbolism

Beberapa tahun terakhir kita mulai sering melihat kampanye produk-produk dalam negeri dengan mengangkat nasionalisme. Banyak produsen sudah menyadari pentingnya symbolism dalam marketing.

Maspion bahkan sudah melakukan ini sejak bertahun lalu dengan campaign Cintailah Produk-Produk Dalam Negeri.

Kita hidup dalam dunia penuh simbol.

Simbol adalah representatif value yang kita anut sehari-hari. Symbolism ini sangat penting diperhatikan dalam marketing komunikasi.

Mobil Toyota Kijang misalnya, yang konsisten mengangkat komunikasi tentang keluarga.

Komunikasi ini sangat tepat mengingat masyarakat Indonesia memang terkenal memiliki value tentang keluarga yang sangat tinggi. Bahkan ada jargon “Makan gak makan yang penting kumpul”.

Hasilnya, Toyota Kijang hingga kini masih menjadi salah satu mobil favorit keluarga Indonesia.

Siap Memberi Value Added ke Pelanggan?

Sebenarnya, masih ada banyak tipe Intangible Added Value yang bisa digunakan.

Saat ini Kontento memiliki lebih dari 20 jenis kategori Intangible Added Value yang sering kami terapkan dalam usaha Client kami (sesuai dengan nature of business masing-masing).

Intangible-Value-Added-Diagram
Kontento Intangible Value Added Diagram

Namun yang sering menjadi tantangan utama adalah mau atau tidaknya Anda beralih dari Zona Nyaman Business as Usual.

Karena untuk setting up Value Added yang tepat, diperlukan waktu dan effort yang intense di awal prosesnya.

Kami di Kontento, terbuka dan selalu siap untuk berdiskusi, mengembangkan Service Blueprint dan Intangible Added Value bagi bisnis anda.

Kami percaya team anda adalah resource utama ide-ide pengembangan bisnis, yang diperlukan hanya trigger untuk melihat dari perspektif lain.

Send us a message and we’ll treat you a coffee to discuss it in more detail.

About the Writer
Indra Pangestu is a brand and digital content strategist who helps brands and influencers find, engage, and build their audiences across digital channels. Prior to founding Kontento, he build a media agency LiburanBali. You can follow him on Instagram @indrapangestu or on LinkedIn
Facebook
Google+
Twitter
LinkedIn
© 2020 CV. Kontento. All Rights Reserved

Distribution Channel: Kunci Berkembang Pesat, Modal Minim​

Distribution Chanel Cover

Distribution Channel: Kunci Berkembang Pesat, Modal Minim

Ditulis oleh Indra R. Pangestu

Beberapa hari yang lalu di Instagram ada iklan dari Aqua yang menarik perhatian saya.

“Mau Tambah Penghasilan Keluarga? Jadi mitra AQUA Home Services saja!”

Begitu Headline iklan tersebut.

Tentu sebagai orang yang kepo dan ingin penghasilan tambahan di tengah Pandemik COVID-19, akhirnya saya klik iklan itu untuk mencari tahu lebih detail.

Aqua Home Services
Ini Ads yang muncul di timeline saya.

Lalu, Apa hubungan AQUA Home Services dengan Distribution Channel?

Setelah membaca informasi tentang AQUA Home Services (AHS), ternyata ini bukan program baru. Justru sudah diluncurkan sejak 2013 dan bahkan di Bali juga sudah cukup banyak yang terdaftar anggota AHS.

Bisnis model AHS sendiri menyerupai sistem ‘Franchise’ tapi dibalut dengan konsep Corporate Social Responsibility (CSR). Sehingga, melalui program AHS, AQUA membantu ibu-ibu rumah tangga menghasilkan uang dari rumah.

AHS memberikan tools perangkat bisnis dan berbagai training untuk membernya mampu mengelola bisnis Air Mineral.

Sebagai ‘penyemangat’, AHS juga memiliki 3 tingkat level keanggotaan sesuai omzet penjualan yaitu: Silver, Gold, dan Diamond.

Setiap level keanggotaan memiliki ‘keuntungan’ tersendiri yang lebih berfokus kepada Marketing. Bahkan bagi level Diamond, agen diberikan renovasi toko secara cuma-cuma. 

WOW!

Kalau dilihat dari kacamata bisnis, sebenarnya melalui program ini AQUA menginginkan untuk memiliki toko-toko kecil yang tersebar dimana-mana, hingga ke pelosok desa sekalipun TANPA harus mengeluarkan biaya untuk operasional dan sales yang besar.

Hampir seluruh resiko dihibahkan ke Agent yang ikutan AHS. Mulai dari biaya toko, staff sampai inventory.

Apa Distribution Channel seperti ini Lazim?

Yang dilakukan Aqua ini menurut saya cukup mirip dengan yang dilakukan oleh Bank BRI sejak 2014 melalui program BRI Link.

BRI Link adalah program branchless banking dengan memanfaatkan teknologi untuk menjangkau lebih banyak nasabah.

Konsep BRI Link sendiri cukup sederhana, dengan memberikan para Agent (sebutan member BRI Link) akses kepada Sistem yang memungkinkan Agent untuk melakukan beberapa aktivitas perbangkan seperti:

  • Pembukaan rekening baru BRI
  • Isi Ulang Pulsa, Token Listrik dan utilitas lainnya
  • Pembayaran Cicilan di Leasing Company
  • Setor dan penarikan uang tunai sampai dengan jumlah tertentu (penarikan menggunakan kartu ATM dengan mesin EDC)
  • Pinjaman Mikro

Program BRI Link ini terbilang cukup sukses, hal ini tercermin dari 422.160 orang anggota yang sudah tergabung menjadi Agent BRI Link hingga akhir Desember 2019. Bahkan, di tahun 2019 kemarin, mereka mencatat pertumbuhan tercepat dengan bertambahnya 56 orang agent baru setiap harinya.

Bisa bayangkan gak pertumbuhan bisnis yang bisa Anda capai dengan membuka 56 cabang baru setiap hari nya?

Gak heran kalau ini semakin memantapkan posisi Bank BRI sebagai Bank dengan jumlah nasabah terbanyak di Indonesia dan tersebar hingga ke daerah-daerah yang masih sulit terjangkau.

Distribution Channel Agents: Rahasia Utama Pertumbuhan Bisnis

Apa yang dilakukan oleh AHS dan BRI Link ini memiliki benang merah yang jelas.

Tujuan utama AQUA dan BRI adalah membuka distribution channel melalui agen baru untuk menyalurkan produk dan layanan ke lebih banyak pelanggan dengan biaya operasional dan investasi yang minim.

Dilain pihak, kedua BIG Brand ini menawarkan peluang bisnis bagi para membernya. Kita telah mengenal banyak model peluang bisnis serupa dengan konsep seperti ‘franchise’ ini sebelumnya. Hanya saja terasa unik jika dilakukan oleh AQUA yang merupakan brand terkuat untuk air mineral di +62 hingga saat ini.

Atau dilakukan oleh sektor Perbankan, masak sih bank buka ‘franchise’? Kenapa kog dari tadi saya bilang ‘franchise’? Karena langkahnya sama seperti franchise, yaitu sedia modal, diberi sistem, dan langsung bisa berbisnis di bawah brand orang lain.

Pertumbuhan BRILink 2017 -2019
Graphic Pertumbuhan BRILink dari tahun 2017 - 2019

Melalui metode ini, BRI Link berhasil membukukan pertumbuhan yang signifikan sekali. Transaksi yang dilakukan HANYA melalui BRI Link meningkat dari Rp. 298 Triliun di tahun 2017 menjadi Rp. 672 Triliun di 2019. Atau naik sekitar 225%! 

Pertumbuhan yang sangat luar biasa tanpa keluar modal yang besar kan?

Bagaimana Menerapkan Model Distribution Channel Agent di Bisnis UKM

Entah mengapa membicarakan 2 bisnis di atas, saya jadi teringat Minyak Kutus-Kutus yang ‘fenomenal’ itu.

Sempat trending beberapa waktu lalu, mulai dari harga yang fantastis hingga khasiat nya yang konon bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Namun ada 1 hal yang terkadang luput dari perhatian banyak orang, yaitu peluang bisnis di balik minyak Kutus-Kutus.

Minyak Kutus-Kutus (MKK) di luar segala klaim dan fakta tentang produknya, memiliki bisnis model yang menurut saya sangat menarik.

Yaitu.. Pricing strategy yang jelas untuk reseller.

Qty Harga Satuan Total Harga Keuntungan
6 Botol Rp 190.000 Rp 1.150.000 Rp 230.000
12 Botol Rp 170.000 Rp 2.050.000 Rp 710.000
60 Botol Rp 165.000 Rp 9.900.000 Rp 3.900.000
120 Botol Rp 155.000 Rp 18.600.000 Rp 9.000.000

Note: Semakin tinggi quantity yang diambil maka harga satuannya menjadi lebih murah.

Hitungan keuntungan diatas diperhitungkan dengan harga eceran di pasaran yaitu Rp 230.000 per botolnya. 

Pricing Strategy yang konsisten dipertahankan oleh produsen ini menciptakan peluang bisnis yang menarik untuk mereka yang ingin berjualan MKK.

Besar kecil nominal margin keuntungan tentu akan proporsional dengan modal yang dikeluarkan oleh reseller.

Sedangkan MKK sendiri diuntungkan karena distribusi produk bisa lebih cepat. Reseller yang sanggup hanya berjualan 12 botol misalnya, masih bisa membeli dari yang modal 60 botol. Masih ada selisih margin di sana.

Brillian! 

Dengan sistem tersebut MKK berhasil menciptakan cukup banyak ‘salesperson’ yang baik, rajin mengkomunikasikan tentang khasiat MKK di berbagai media dan kesempatan dengan berbagai cara mulai dari yang soft selling hingga hard selling banget.

3 Hal yang Perlu diperhatikan Untuk Mengembangangkan Chanel Distribusi Agent

Tantangan utama bisnis di masa depan adalah bagaimana bisa membuat distribution channel dengan biaya serendah mungkin.

Persaingan akan semakin ketat. Brand baru bermunculan setiap hari di semua sektor.

Dunia marketing akan menjadi noise dan biaya marketing yang dikeluarkan akan semakin besar.

Ini alasan kenapa kita perlu lebih peka terhadap perubahan jaman ke depannya. Harvard Business Review mengungkapkan pada salah satu artikel “The Era of Antisocial Social Media” bahwa kedepannya marketing akan sangat berfokus kepada komunitas dengan minat yang sama.

Prediksi kami kedepan, berjualan di WhatsApp grup akan menjadi lebih efektif daripada beriklan di Digital Media (Sosmed, Search Engine, dll).

Untuk itu agent bisa jadi salah satu poros yang dapat terus mengembangkan usaha Anda.

Berikut ini 3 tips yang perlu diperhatikan saat mengembangkan Distribution Channel Agent:

1  Grow by helping Agents Grow.

Hal ini sudah banyak dilakukan oleh industri seperti Asuransi atau bisnis jaringan (MLM).

Mereka sangat kuat dalam pelatihan dan motivasi. Namun tidak tertutup bisa dilakukan oleh industri-industri lainnya. Agent harus selalu di edukasi terhadap perubahan kondisi industri, produk dan disertai dengan ketersedian tools dan sistem yang memudahkan mereka bekerja.

Bayangkan jika Anda memiliki salon potong rambut dengan ‘agen’ di kampus-kampus.

Agen-agen ini memiliki pengetahuan tentang style terkini, treatment yang bisa bikin rambut terlihat lebih cantik dan selalu tampil prima saat ke kampus.

Dengan adanya insentif (komisi) yang jelas, agen-agen ini akan selalu merekomendasikan salon Anda sebagai tempat paling tepat untuk urusan rambut.

Saat Anda ada di posisi ini, maka saya yakin concern Salon anda kedepan hanya satu, bagaimana cara menerima bookingan yang banjir setiap harinya.

2  Map your business process and find how to digitize it.

Baik bisnis produk maupun jasa harus mulai mendokumentasikan dengan baik bisnis process & system mereka.

Khususnya memetakan touchpoint dengan pelanggan (atau di Kontento kami menyebutnya Customer Service Blueprint). Kami yakin dengan pemetaan yang baik, setiap bisnis bisa menemukan caranya untuk memperluas distribution channel nya.

COVID-19 telah mengenalkan banyak orang kepada sesuatu hal yang baru, Online Learning dan Video Conference. 

Konten Video Series bisa didokumentasikan sehingga memudahkan member mempelajari proses berjualan dengan mudah (lebih visual dan engaging). 

Dibawah ini salah satu contoh video edukasi bagi para agent AHS:

Selain itu, berbagai sesi tanya jawab dan members gathering juga bisa diadakan secara rutin melalui video conference.

3  Evaluate your Rate Structure and find new distribution channel

Dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 telah dirasakan oleh semua orang saat ini, hampir semua industri telah terpengaruh. Daya beli masyarakat menurun. Ini saat yang krusial untuk mengevaluasi bisnis model sebelumnya, terutama Rate Structure produk Anda.

Biaya marketing yang sebelumnya membebani biaya operasional dan merupakan elemen harga pokok bisa dialihfungsikan untuk membuka channel distribution baru.

Nah, belajar dari 3 case study diatas, Anda bisa melirik opsi merekrut Agen-agen dengan imbalan sharing profit (bisa dari biaya marketing yang dialihfungsikan tadi).

Pilih relasi-relasi agen yang potensial, tidak semata karena hubungan dekat, tetapi karena mereka memiliki kemampuan dan audience yang bisa membawa bisnis untuk Anda.

Saran kami jangan terlalu banyak memilih agent, karena akan sulit mengontrol harga retail.

Kita tentu tidak mau ada agen yang sengaja menurunkan profit karena persaingan antar agen. Karena ini akan merugikan image harga kita untuk jangka panjangnya.

Kini saat nya mempraktekkan jargon yang sudah lama digunakan oleh MLM, biaya marketingnya langsung dibagikan ke agen / member.

Siap Memanfaatkan Distribution Channel Agent?

Kalau Unicorn seperti Gojek atau AirBNB terkenal sebagai Perusahaan transportasi terbesar tanpa memiliki kendaraan dan Perusahaan Akomodasi terbesar tanpa memiliki kamar.

Bisa nggak kita jadi perusahaan dengan Sales people terbanyak tanpa menggaji Sales, gajinya langsung potong margin ato komisi aja, kalau bisa malah salesnya yang setor modal dulu di muka =D
Melihat AQUA, Bank BRI dan Minyak Kutus Kutus, tentu jawabannya “BISA”.

Sekarang giliran Anda mencoba.

About the Writer
Indra Pangestu is a brand and digital content strategist who helps brands and influencers find, engage, and build their audiences across digital channels. Prior to founding Kontento, he build a media agency LiburanBali. You can follow him on Instagram @indrapangestu or on LinkedIn
Facebook
Google+
Twitter
LinkedIn
© 2020 CV. Kontento. All Rights Reserved

Sunk Cost Fallacy: Kenapa Terlanjur Sayang Bisa Membunuh Bisnis-mu

Sunk Cost Fallacy

Sunk Cost Fallacy: Kenapa Terlanjur Sayang Bisa Membunuh Bisnis-mu

Ditulis oleh Cindy Levina

Pernah gak sih kamu memaksakan diri menonton film yang suaangattt nge-bosenin sampai habis?

Dalam benak mikir “Duh nanggung. Udah setengah jalan nih..” Atau bisa jadi juga karena sayang udah keluar uang untuk bayar bioskop.

Sunk Cost Fallacy
Original Illustration by OMG I'm Thirty

Atau nihhh, ketika maksain makan sampai begah di restaurant All You Can Eat, meskipun sadar itu mungkin gak baik untuk kesehatan. Pikiran yang sering terlintas “Udah bayar ini, kudu cuan!”

Untuk wanita mungkin sesudah membeli baju, yang ternyata gak cocok cocok amat. Otak kita akan bekerja keras untuk menciptakan berbagai alasan: “Ah aku belum punya warna ini“, “cocok juga ah kalau pake bawahan ini” atau berbagai pembenaran lainnya

Wah kog bisa yah?

Apa sih yang membedakan Manusia dengan makhluk hidup lainnya?”

Kita memiliki akal dan budi. Jawab saya di lembar ulangan PPKN, sekitar 20 tahun lalu saat masih duduk di Sekolah Dasar. Ulangan saya langsung dapat 10!

Manusia memang dibekali dengan kemampuan untuk berpikir secara logis.

Namun, sebenarnya manusia bukan makhluk yang logis dalam mengambil keputusan loh.

Kita adalah makhluk Impulsif. Kita tidak serasional yang kita bayangkan.

Daniel Kahneman, psikolog paling terkenal di era modern membuktikan hal ini di era 70-an.

Cognitive Bias adalah istilah yang digunakan Kahneman untuk mendeskripsikan fenomena pengambilan keputusan yang mengesampingkan logika.

Nah, kali ini saya akan membahas salah satu Cognitive Bias yang paling banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. 

Fenomena yang membuat kita terus mengambil keputusan yang salah seperti contoh yang saya ceritakan di awal artikel ini.

Sunk Cost Fallacy.

Sunk Cost Fallacy: Why it is Ruining Your Decision

Sunk Cost ini sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan baik personal maupun bisnis.

Sunk Cost adalah segala usaha (effort) dan resources yang telah kita keluarkan.

Resource disini bukan sekedar uang, namun mencakup waktu, tenaga atau hal lainnya yang memiliki value.

Untuk perusahaan, tentu hal ini sangat berbahaya, karena resource yang dikeluarkan tentu tidak sedikit. Sehingga Sunk Cost Fallacy terkadang muncul tanpa kita sadari.

Hampir semua kolega saya yang bekerja di korporasi pernah mengalami kondisi di mana mereka implementasi sistem yang meskipun dari awal mereka sudah tau kurang sesuai, namun oleh si Boss tetap dipaksakan untuk digunakan (karena sudah terlanjur pakai).

Atau skenario lain, ketika design dari staff bergaji rendah dibandingkan dengan konsultan Branding berbiaya mahal.

Pengambil keputusan cenderung akan lebih memilih ide dari konsultan berbiaya mahal tersebut, meski mungkin menurut penilaian banyak orang hasil staff lebih bagus.

Untuk kamu yang pernah nyemplung ke dalam dunia investasi, Cut Loss adalah pilihan yang sangat berat. Banyak orang justru lebih memilih average down saham yang sama, meski itu dalam kondisi menangkap pisau yang jatuh. Padahal mungkin ada pilihan saham lain yang lebih baik jika melakukan Cut Loss.

Mengapa?

Monkey Sunk Cost Fallacy
Illustration by Christoph Niemann

Karena sangat berat bagi kita, sebagai manusia normal, untuk mengakhiri segala sesuatu yang telah kita korbankan untuk suatu hal lain (walaupun hal itu mungkin lebih bagus).

Pada dasarnya manusia lebih takut kehilangan daripada mendapatkan sesuatu dengan value yang sama (atau istilah kerennya Loss Aversion).

Tentu dalam menjalankan bisnis atau sebelum mengambil keputusan, kamu sudah menimbang dengan baik. 

Namun, ketika sudah berjalan tapi dalam hati kecil kamu mulai terbersit hal-hal sejenis ini:

Kita sudah sampai tahap ini, sayang banget kalau…. “

Sudah bayar sekiann, cobain dulu deh….“

Tanggung, buku ini sudah setengah saya baca… “

Sudah 6 bulan kita melakukan ini, sebentar lagi pasti terlihat hasilnya….”

Mungkin ada baiknya kita mulai merefleksikan. Apakah benar kita perlu melanjutkan karena hal ini memang baik.

Atau karena kita menghindari dilema ketika kita harus membuang segala sesuatu yang telah kita korbankan sebelumnya.

Akhir kata, kalau kalian punya teman yang suka putus sambung ama pacar-nya, lalu dijawab “Aduh aku udah terlanjur sayang” 

– monggo share link artikel ini, siapa tau dia tercerahkan =D

About the Writer

Cindy Levina has spent her career helping brands create better customer relationships through social media, content marketing, and public relations. Her passion working with influencers and creating a meaningful digital campaign has made her a force to be reckoned with. You can follow her on Instagram @cindylevina or on LinkedIn 

Facebook
Google+
Twitter
LinkedIn
© 2020 CV. Kontento. All Rights Reserved

5 Strategi Marketing Pasca COVID-19

COVID-Marketing-Strategy

5 Strategi Marketing Pasca Covid-19

Ditulis oleh Indra R. Pangestu

Siapa yang sudah mulai terbiasa #DiRumahAja ataupun Work from Home?

Saat ini, saya pribadi sih masih kesulitan mendapatkan level produktivitas yang sama seperti sebelum masa pandemik COVID-19.

Tapi saya sudah mulai terbiasa…

Seiring berjalannya waktu (yang kita gak tau sampai kapan pandemik ini berlangsung), saya yakin Anda pun akan mulai terbiasa hidup dengan ‘The New Normal Way of Living’.

The New Normal Way of Living?

Sadar ataupun tidak, Pandemik COVID-19 sedikit demi sedikit merubah pola hidup kita (Behaviour Change).

Berikut ini ada 4 Perubahan Perilaku Konsumen yang saya temui beberapa minggu belakangan:

1  Memilih Gaya Hidup Sehat

Mulai dari rajin cuci tangan, olahraga di rumah, sampai dengan mulai mengkonsumsi bahan makanan dan minuman yang natural untuk menjaga daya tahan tubuh (baca: jamu).

2  Semua-Semua Serba Online

Efek paling besar dari Social Distancing akhirnya memaksa kita untuk melakukan segala interaksi sosial pindah ke online.

Meeting dengan Client, get in touch sama teman dan keluarga semua pindah ke Google Meet ataupun Zoom. Bahkan nih, Nonton Bareng (NoBar) Netflix aja bisa dilakukan menggunakan aplikasi Netflix Party.

Untuk meningkatkan kemungkinan mendapat pekerjaan baru saat dan setelah COVID-19, orang-orang juga mulai terbiasa untuk belajar skill baru secara online. Gak heran sih kalau kedepannya home schooling atau vocational study bakal menjadi trend.

3  Penghematan Keuangan

Situasi Covid-19 menjadi salah satu pelajaran paling berharga bagi kebanyakan orang (khususnya Millenial yang terbiasa hidup YOLO). Yaitu pentingnya memiliki Dana Darurat paling tidak 3 – 6 bulan kedepan.

Kemungkinan besar pelajaran ini akan membuat kebanyakan orang kedepannya lebih pikir panjang sebelum melakukan pembelian barang ataupun jasa.

4  Empati Terhadap yang Lebih Membutuhkan

Salah satu hal paling positif yang bisa kita lihat saat masa Pandemik COVID-19 adalah sifat tenggang rasa yang sering diajarkan saat kita jaman SD tapi seperti sudah lama terlupakan.

Kita bisa lihat banyak orang ataupun bisnis yang memberikan produk (biasanya makanan) dengan cuma-cuma kepada abang Ojol maupun orang-orang yang kesulitan finansial. Beberapa usaha, seperti Anna Avantie juga merubah operasional perusahaannya untuk memproduksi baju ADP maupun masker yang diberikan gratis ke tenaga medis maupun masyarakat.

Walaupun COVID-19 berakhir, saya rasa Behaviour Changes di atas akan sedikit banyak membekas di sebagian besar masyarakat.

Penting bagi marketer untuk mempelajari perubahan perilaku ini dan memonitor terus perubahan lain yang mungkin terjadi seiring dengan perkembangan Pandemik.

Lalu, Strategi Marketing Apa yang Harus dirancang Untuk Survive Pandemik COVID-19?

1

Ubah Persepsi Produk / Servis menjadi Basic NEED bukan sekedar WANT

Seperti saya tulis diatas, kedepannya konsumen akan lebih melek finansial. Sentimen kedepannya mereka akan lebih ‘sulit’ mengeluarkan uang untuk membeli sebuah produk ataupun servis.

Konsumen akan lebih peka dan menimbang-nimbang value dari produk dan jasa anda.

“Apa saya benar-benar perlu produk / jasa ini yah?”..

Nah, oleh karena itu mulai dari sekarang, coba mulai membentuk Brand Image dimana kedepannya Produk dan Jasa anda bisa dikategorikan sebagai NEED (Kebutuhan), bukan sekedar WANT (Keinginan atau Impulsive Buying).

#KontenToTry:
Bagaimana caranya merubah kategori produk menjadi NEED?

Tentu dengan membuat persepsi dimana Produk / Jasa anda mampu membantu konsumen untuk mencapai tujuan (Goals) mereka.

Misalkan nih, anda toko musik menjual alat Gitar.. Jangan hanya membranding anak muda bisa main Gitar itu keren. Tapi posisikan bagaimana Gitar ini bisa membantu anak muda jaman now bisa mulai menghasilkan pendapatan walau belum lulus SMA atau bagaimana cara menaklukan hati si doi.

Untuk itu dibutuhkan Content Marketing yang bisa membentuk persepsi ini.

Misalkan, anda membuat tutorial “10 Lagu Cinta untuk Mengambil Perhatian si Doi versi Beginner”. Atau artikel “3 Cara Menghasilkan Passive Income di Youtube Hanya Bermodal Gitar” bagi mereka yang termotivasi untuk mencari side job di saat Pandemik Corona.

Coba sekarang anda ambil kertas dan jabarkan, bagaimana produk atau jasa anda bisa membantu konsumen untuk achieve Goals jangka pendek maupun panjang mereka (baik di situasi COVID-19 ini maupun untuk mempersiapkan mereka saat pandemik berakhir).

2

Hilangkan Hambatan untuk Penggunaan Teknologi Online

Sebelum COVID-19, kebanyakan generasi millenial sudah go online untuk beberapa aspek kebutuhan hidup. Namun pandemik ini mempercepat proses transisi orang hidup serba digital. Bahkan generasi Baby Boomer dan Gen X yang kurang percaya online, sudah mulai terpaksa berpindah ke pilihan itu.

Mereka terpaksa mulai belajar bagaimana cara menggunakan Ojek Online, belanja di Marketplace sampai cara menggunakan Zoom dan Google Meet agar bisa berinteraksi dengan sang cucu.

Namun sayangnya, kebanyakan bisnis sekarang masih jarang yang memiliki lini bisnis Digital. Walaupun sudah memulai tapi bisa dibilang kurang maksimal.

Masih banyak hambatan (barrier) agar konsumen mau menggunakan aplikasi yang sudah disiapkan. 

Sebagai contoh, kita bisa lihat toko baju online. Walaupun ada beberapa orang yang mulai terbiasa pesan online. Kebanyakan pasti masih lebih memilih untuk datang ke toko untuk membeli baju. 

Kenapa?

Tentu karena di toko, mereka bisa mencoba dahulu baju yang diinginkan, apakah cocok dengan bentuk tubuh, apakah warnanya masuk dengan skin tone… dan masih banyak lagi.

Dan juga, berbelanja di toko, mereka bisa langsung mendapatkan barang yang dibeli saat selesai membayar.

#KontenToTry:
Bagaimana agar konsumen mau berpindah ke Online Store?

Solusinya adalah mengeliminasi satu persatu hambatan yang memberi alasan bagi konsumen untuk bilang ‘hmmm ribet ah kayaknya’ atau ‘enakan belanja langsung di toko’

Nah, kalau pada kasus diatas, mungkin solusi kedepannya adalah penggunaan teknologi Augmented Reality (AR) yang semakin mainstream digunakan. Sehingga konsumen bisa seolah-olah mencoba produk yang diinginkan.

Beberapa Fashion Brand Luxury besar sudah menggunakan teknologi ini semenjak tahun 2018. 

Dan tentu sistem ini harus didukung dengan logistik yang kuat. Sehingga konsumen bisa mendapatkan kepastian kapan mereka akan menerima order-an.

Ada baiknya, anda mulai mencari tau alasan apa saja yang biasa menjadi penghambat konsumen anda belanja produk atau jasa anda langsung via online. Setelah itu cari solusinya.

3

Persiapkan User Experience yang Memuaskan

Selain menghilangkan hambatan untuk transisi ke dunia Digital, bisnis juga harus mulai memikirkan segala aspek User Experience saat menggunakan service atau membeli produk pada platform yang disiapkan.

User Experience ini mencangkup kemudahan menggunakan aplikasi (user interface) mulai dari pendaftaran, mencari informasi sampai metode pembayaran. Semua harus dirancang se-intuitif mungkin sehingga konsumen tidak menemukan kesulitan saat mengakses.

#KontenToTry:
Apa Langkah terpenting untuk Meningkatkan User Experience?

Saat ini masih banyak banget usaha UMKM yang boro-boro memiliki dedicated e-commerce store, bahkan masih banyak yang hanya mengandalkan jualan via facebook dan whatsapp saja.

Sebenarnya untuk awal facebook dan instagram sudah bisa dijadikan store front, namun anda harus melengkapi dengan kebutuhan untuk menunjang User Experience yang baik.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan User Experience yang baik:

Cara Meningkatkan User Experience

Namun, dua hal yang paling basic saat ini adalah layanan Live Chat dan integrasi dengan Payment Gateway

Sehingga dengan mudah, konsumen mendapatkan jawaban atas segala keraguan terhadap produk / jasa dan bisa langsung melakukan pembayaran dengan nyaman (klik satu-dua tombol saja).

Saat ini WhatsApp business sudah bisa dijadikan solusi untuk Live Chat dan Midtrans sebagai Payment Gateaway dengan pilihan pembayaran paling bervariasi (termasuk bisa membuat konsumen bisa membayar menggunakan Gopay).

Jika tidak segera dirancang dengan baik, tentu ini akan menyebabkan banyak Loss of Opportunities ketika konsumen akhirnya memilih kompetitor yang mampu memberikan Experience yang lebih baik.

4

Tingkatkan Digital Ads dengan Goals yang Tepat

Perlu saya ingatkan nih, walaupun konsumen sekarang lebih melek teknologi, namun mereka sekarang lebih pilih-pilih saat membeli barang. Otomatis, dana yang mereka siapkan untuk belanja kebutuhan-pun semakin ‘seret’.

Ini menyebabkan persaingan antar Brand untuk memenangkan proporsi dana konsumen di dunia online.

Apa cara terbaik untuk bisa memenangkan persaingan ini? Tentu dengan lebih sering muncul di timeline ataupun hasil pencarian (search result) konsumen dengan komunikasi di poin pertama.

Sebenarnya ada beberapa cara untuk mendapatkan traffic (social media, SEO maupun direct traffic), namun yang paling instan dan cepat adalah dengan Paid Ads alias iklan berbayar.

Traffic to Sales Funnel

Untuk itu, diperlukan proporsi marketing budget Digital Ads yang lebih besar demi meningkatkan online impression.

Namun hati-hati yah, jangan asal pasang budget tinggi sebelum anda mengerti betul mengenai Digital Sales Funnel dan menentukan Key Performance Indicator (KPIs) yang tepat.

Saya akan bahas mengenai Sales Funnel dan KPI di artikel yang terpisah yah. Karena bakal panjang banget!

Intinya sih, setiap dana marketing yang dikeluarkan harus terukur dan bisa dianalisa dengan baik. Sehingga kedepannya, anda bisa memaksimalkan campaign yang berhasil dan mengeliminasi campaign yang gagal.

5

Menjalankan Cause Related Marketing

Ditengah krisis Pandemik ini, kita bisa melihat benar-benar melihat attitude seseorang dan bisnis. Mereka yang tulus membantu orang-orang yang kesulitan mendapatkan awareness yang tinggi pula.

Sebaliknya, mereka yang mencari uang diatas penderitaan orang lain (misalkan menumpuk masker untuk dijual kembali dengan harga premium), mendapatkan publisitas buruk yang akan mencoreng Brand dalam jangka panjang.

Dari sini kita belajar juga, bagaimana jika bisnis kita menerapkan Marketing dengan membantu orang lain (istilah kerennya Cause Related Marketing atau Corporate Social Responsibility) maka bisa juga menaikan nilai Brand dan mendapatkan publisitas yang baik pula.

Namun anda harus berhati-hati, tidak menggunakan ini hanya sebagai gimmicks saja. Bisnis anda harus benar-benar berkomitmen membantu.

#KontenToTry:
Bagaimana Cara Memulai Cause Related Marketing?

Contoh paling populer tentu sepatu TOMS yang dulu sempat menjalankan campaign One for One. Dimana setiap pembelian satu sepatu, mereka akan menyumbangkan satu sepatu kepada anak di negara berkembang yang membutuhkan.

Cause Related Marketing anda akan lebih efektif jika masih berhubungan dengan bisnis anda.

Misalkan, kita pakai contoh toko Gitar diatas. Anda bisa menyisihkan 10% dari profit anda untuk mengedukasi pengamen jalanan dengan skill dan pengetahuan untuk bisa perform dengan standard yang lebih baik. Mana tau jika suatu saat salah satu pengamen yang anda bantu lolos The Voice, brand anda-pun ikut terangkat.

Sudah Siapkah Anda untuk Survive COVID-19?

Siap ataupun tidak, waktu akan terus berjalan. Semua Brand akan terus berusaha untuk menyesuaikan cara mereka berbisnis. Its Survival of the Fittest.

Jika anda ingin terus bertumbuh, maka anda harus mampu beradaptasi dengan kondisi sekarang.

Things don’t get better by chance, they get better by change.

Saya akan dengan senang membantu perusahaan anda untuk transisi menjadi leader di ekosistem Digital. Let’s get a coffee… when the pandemic is over tentunya.

Stay healthy!

About the Writer
Indra Pangestu is a brand and digital content strategist who helps brands and influencers find, engage, and build their audiences across digital channels. Prior to founding Kontento, he build a media agency LiburanBali. You can follow him on Instagram @indrapangestu or on LinkedIn
Facebook
Google+
Twitter
LinkedIn
© 2020 CV. Kontento. All Rights Reserved

5 Terobosan yang Wajib Dilakukan BPR Lestari di Tahun 2020

BPR Lestari Diskon & Mobile Application

5 Terobosan Wajib yang Harus Dilakukan BPR Lestari di Tahun 2020

Ditulis oleh Indra R. Pangestu

“Pak, apa sudah sempat nyoba Install Lestari Mobile-nya yah?”

“Ayo dong Pak di Install biar bisa pakai Lestari Diskon-nya”

Kurang lebih begitulah permintaan Account Manager BPR Lestari yang menghubungi saya via telepon (untuk kali kedua).

“Oke nanti saya coba yah..” jawab saya singkat.

Namun jujur, setelah saya menutup telpon saya lupa untuk mengakses aplikasi Lestari Mobile.

Masa Jaya BPR Lestari

Sebelum membahas lebih lanjut, saya ingin memberikan sedikit gambaran tentang BPR Lestari.

Sebagai salah satu nasabah Lestari, saya selalu merasa BPR Lestari ini keren… Bank yang punya inovasi dan berani tampil beda.

Kantor-kantornya mewah dengan interior dan pelayanan hospitality yang luar biasa. Dimana lagi bisa nemuin Bank di Bali yang ada mesin Espressonya (waktu itu).

Selain itu mereka juga memiliki program-program yang sangat menarik, mulai dari mengaktivasi komunitas ibu-ibu dengan Lestari Ladies… hingga pelayanan premium seperti Airport Transfer menggunakan Alphard untuk Customer Premier.

BPR Lestari memberikan Kartu khusus bagi para customer sebagai reward setelah menabung deposito dengan jumlah tertentu.

Dengan menunjukan ‘Kartu Sakti’ ini, anda bisa mendapatkan diskon FANTASTIS (sampai dengan 40%) di vendor yang sudah bekerja sama dengan Lestari.

Kartu ini seolah memberikan status Exclusive bagi setiap nasabah yang mendapatkannya.

Lalu Bagaimana Image BPR Lestari di Tahun 2020?

Kini di awal 2020, banyak BPR bertransformasi dengan tampilan keren dan pelayanan ala hospitality seperti BPR Lestari beberapa tahun lalu.

Lestari Mobile

BPR Lestari pun melakukan inovasi dengan meluncurkan Lestari Mobile. Kami rasa program ini merupakan langkah awal strategi jangka panjang BPR Lestari untuk bertransformasi menjadi Bank yang digunakan masyarakat Bali untuk transaksi sehari-hari.

Entah terinspirasi dari Mobile Payment yang sedang marak (GoPay, OVO, Dana, dan lainnya), kemungkinan besar Lestari Mobile transformasi menjadi Digital Walet di masa depan. Apalagi QRIS sudah mulai di implementasikan oleh pemerintah.

Strategi ini sepertinya diambil untuk mendapatkan pendanaan yang lebih murah, karena biaya bunga tabungan deposito yang kini diandalkan sebagai sumber pendanaan saat ini biayanya cukup tinggi.

Untuk membuat Lestari Mobile menarik, mereka sibuk berkutat mengembangkan Lestari Diskon. Menambah jumlah partner vendor sebanyak-banyaknya.

Namun, Saya melihat BPR Lestari terjebak dengan programnya sendiri, karena kata diskon itu sudah melekat sedemikian eratnya. Tanpa diskon, BPR Lestari bukan hal yang menarik lagi.

Sekarang sang Kartu Sakti sudah kehilangan power-nya tanpa menginstall Lestari Mobile

Sedangkan tidak semua pemegang kartu melek teknologi secanggih Lestari Mobile & Diskon.

Tentu ini merupakan tantangan tersendiri bagi layanan diskon Lestari, terutaa untuk mengedukasi sebagian customer yang merasa ‘ribet’ dengan Terms and Conditions yang harus dilakukan untuk menikmati diskon.

Lalu bagaimana BPR Lestari perlu menyingkapi masalah ini dan tetap mampu mengembangkan Lestari Mobile dan Lestari Diskon?

Berikut ini beberapa ide yang saya dan tim Kontento dapatkan:

1

Kembali Membuat Lestari Diskon Jadi Pusat Perbincangan Member

Aplikasi BPR Lestari Diskon saat ini sudah bisa dibilang canggih dan sangat nyaman untuk digunakan. Fitur-fitur basic sudah terpenuhi.

Namun sayangnya, aplikasi ini terkesan masih berfungsi sebagai aplikasi Web 1.0 dimana user hanya bisa ‘read only’ alias membaca informasi saja. Tidak ada banyak interaksi yang bisa dilakukan oleh user.

Bahkan belum ada fitur Review Merchant apalagi share hasil review ke social media yang dimiliki oleh user.

Coba kita ukur sebentar, seberapa sering sih user membuka aplikasi Lestari? Mungkin dalam 1 minggu belum tentu ingat untuk membuka.

Tapi seberapa sering user membuka Instagram, Whatsapp atau Facebook? Yups.. jawabannya bervariasi namun lebih dari 1x dalam sehari.

Chatting-Review Feature di BPR Lestari Diskon

Dengan adanya conversation dan share di multi channel platform, tentunya akan meningkatkan Brand reminder BPR Lestari di user mereka. Sehingga lambat laun, para user akan mendapat efek FOMO dan lebih sering membuka aplikasi untuk mencari informasi seputar diskon yang ada

Intinya, saat ini masih sangat kurang keterlibatan aktif member dalam menciptakan conversation mengenai Lestari Diskon. 

Sehingga tidak ada program Inbound Marketing yang kuat bagi existing dan potential user untuk mencari tahu lebih banyak informasi yang ada di aplikasi tersebut.

#KontenToTry:
Bagaimana Menciptakan Conversation seputar Lestari Diskon?

Salah satu ide kami adalah Program Secret Merchant.

Merchant favorit atau yang mungkin akan menarik bagi banyak orang, tidak perlu ditampilkan di dalam Aplikasi. Informasi cukup ditampilkan melalui platform tertentu.

Secret Merchant of the Month BPR Lestari Diskon

Contohnya, Broadcast via Whatsapp ke 20% Pengguna dengan poin Review terbanyak atau paling sering menggunakan Aplikasi.

Konten yang sudah native di sebuah platform, pesan whatsapp misalnya, akan jauh lebih mudah di share di platform tersebut. Tantangannya adalah bagaimana membuat konten yang bisa beredar di group Whatsapp Group arisan, keluarga, alumni sekolah dan lainnya.

Jangan salah… Whatsapp Group kini menjadi media pemasaran paling efektif.

Artikel HBR Februari 2020, Anti-social Social Media, menyebut perilaku ini sebagai Campfire Marketing yang diprediksi akan menjadi trend marketing di masa depan.

BPR Lestari perlu mulai melakukan program terkait hal ini, terutama untuk pertumbuhan Lestari Diskon dan Lestari Mobile.

2

Less is more. Curate.

Saya sebenarnya cukup kagum BPR Lestari bisa memiliki banyak sekali merchant di database mereka.

Tapi menurut saya Lestari Diskon perlu memiliki program Kurasi Merchant yang bagus, bukan sekedar sorting berdasarkan besaran diskon saja.

Tampilan Lestari Diskon User Interface

Sehari-hari kita sudah dijejali berbagai macam informasi, melihat aplikasi Lestari yang lebih mirip katalog Restoran di Bali dengan banyaknya merchant yang terdaftar, membuat saya malah pusing dan tidak selera (maaf ya team Lestari).

Jujur, saya (dan kebanyakan member Lestari Diskon) hanya fokus ingin tau siapa Merchant of the Month yang berani memberikan diskon 40%.

Diskon menjadi hal yang “normal” apalagi hampir semua tempat di Denpasar merupakan Merchant Lestari. Saya tidak perlu lagi membuka Aplikasi secara rutin. Cukup install dan kalau memang Merchant Lestari, ya saya pakai.

#KontenToTry:
Bagaimana Membuat Lestari Diskon Lebih Menarik?

Fitur Curation harus menjadi fokus utama dari aplikasi Lestari Diskon. Fitur ini mengelompokan beberapa bisnis dengan atribut yang sama dan di endorse dengan menggunakan influencers atau tokoh yang memang memiliki pengaruh yang kuat di segmen market itu.

Curation di BPR Lestari Diskon Mobile

Misalkan 10 Cafe Cantik untuk Foto Instagramable versi Chelsea Islan, 10 Resto Keluarga Favorit Alex Chandra.

Kurasi yang baik bisa juga digunakan untuk mensupport business dari kreditur Lestari.

Diskon sebaiknya tidak menjadi value utama Lestari. Karena yang memberikan diskon bukan hanya Lestari saja. Ada OVO, GoPay, Dana dan entah apa lagi yang akan muncul nantinya.

Lestari sebagai jawara Lokal, harus menunjukkan kelebihan insight lokal nya, salah satunya ya dengan kurasi itu. Pengetahuan yang mungkin diabaikan oleh para pemain Nasional.

3

Gamification Dengan Benar

Sistem point merupakan bentuk gamification paling umum dan sering digunakan.

Namun menurut saya, gamification technique yang sudah dijalankan kurang tepat jika tujuan utama dari Lestari adalah mendorong user untuk lebih aktif menggunakan aplikasi Lestari Diskon.

Loh emang apa yang salah?

Point Reward di Lestari Diskon

Gamification yang sekarang dilakukan hanyalah seputar mengumpulkan poin dari transaksi untuk nantinya ditukarkan dengan voucher tambahan atau diskon tertentu.

Jujur saja menurut saya, ketika orang sudah terbiasa mendapatkan diskon sebesar 20-40% setiap transaksi, dan harus mengumpulkan poin banyak untuk menukarkannya dengan freebies (yang kadang nilainya tidak seberapa dibandingkan diskon yang selama ini didapat), maka tidak akan memotivasi user untuk terus mengumpulkan poin.

Akhirnya aplikasi hanya digunakan untuk pas lagi kebetulan makan di merchant yang ternyata juga sudah gabung Lestari.

#KontenToTry:
Lalu Gamification Seperti Apa yang Harus Dilakukan untuk Memotivasi User?

Sesuai dengan buku yang ditulis oleh Rajat Paharia (Loyalty 3.0), human motivation dibagi menjadi 5: Autonomy, Mastery, Purpose, Progress dan Social Interaction.

Khusus untuk Gamification Lestari Diskon, saya rasa Progress dan Social Interaction sangat berperan penting.

Illustrasi Progress Leveling di BPR Lestari Diskon

Progress adalah konsep yang bisa diciptakan dengan membuat target-target kecil atau misi yang seru. Sehingga member memiliki target jangka pendek yang ingin dicapai di platform tersebut.

Contoh paling sering kita lihat adalah di Review site seperti Tripadvisor ataupun Google Review dimana user diberikan misi seperti jumlah review, photo upload ataupun action lain yang si aplikasi ingin usernya aktif. Sebagai insentif, user diberikan badge atau reputasi sesuai target yang diselesaikan.

Google Review Badges

User dengan reputasi tertentu berhak ‘unlock’ diskon rahasia ataupun mendapatkan free perks setiap datang ke Merchant tertentu. Sedangkan Badges bisa dishare ke social media si user sebagai ‘Pencapaian’ yang dikerjakan.

Selain itu kita juga bisa menerapkan konsep Social Interaction, dimana gamification bisa membuat user mengajak teman-temannya baik sesama member atau yang belum join untuk ikut serta ‘bermain’.

Tebak Harga Unik di LINE Apps

Contohnya, seperti yang LINE pernah lakukan dengan melakukan lelang harga unik terendah. Sederhana, tapi bisa menarik partisipasi banyak orang.

Permainan ini bisa diaplikasikan ke ekosistem Lestari Diskon. Misalkan setiap hari di Aplikasi ada quiz menebak Bill. Gambar makanan bisa diposting dan user disuruh menebak harga. Tebakan terdekat mendapatkan Poin Lestari sebesar 1.000 poin.

Seusai submit tebakan, user bisa sharing ke Social Media untuk mendapatkan Kesempatan Extra menebak.

Melalui Gamification seperti diatas dan direfresh (ubah-ubah) setiap bulannya, maka akan membangun habit user untuk terus membuka aplikasi. 

Dan tentu juga beberapa orang (relasi/teman/keluarga) yang sering melihat si user sharing mengenai Lestari Diskon, ujung-ujungnya akan mencari tahu lebih jauh tentang program ini

4

Be Experimental: Explore Target Market Baru

Oke kita sudah banyak berbicara tentang Lestari Diskon, bagaimana dengan Lestari Mobile? Development Apps ini investasi yang cukup mahal loh..

Menurut saya, khusus untuk Lestari Mobile, BPR Lestari bukan hanya harus melakukan implementasi ke Existing Customer yang umumnya adalah Boss-boss dan Generasi Baby Boomer saja. Namun harus mulai menargetkan Market Baru.

Market yang benar-benar belum digarap oleh BPR Lestari. Yaitu Market Millenials, khususnya generasi Millenial Gen Z yang baru memasuki dunia kerja.

Mungkin market ini tidak dilirik oleh Lestari, karena selain dompetnya tipis, generasi ini juga terkenal boros. Mungkin bisa dibilang generasi pasrah, karena harga properti atau hal-hal yang diidamkan generasi sebelumnya, jauh dari angka penghasilan yang diterima saat ini.

Namun generasi ini tetap dibutuhkan untuk BPR Lestari untuk tetap menjadi brand Bank yang ‘sexy’ ataupun kekinian.

Apalagi generasi ini yang akan menjadi penggerak utama dunia kerja dalam beberapa tahun ke depan, bersama generasi Millenial Y yang kini sudah banyak duduk di managerial level.

#KontenToTry:
Bagaimana Cara Menjaring para Millenial dan Kaum Rebahan ini?

Generasi Y & Z sangat membutuhkan produk tabungan yang sesuai dengan mereka. Bukan tabungan jangka panjang, namun lebih ke tabungan untuk keperluan jangka pendek atau menengah.

Tabungan Jangka Pendek adalah tabungan yang tujuannya adalah untuk mewujudkan keinginan konsumtif anak-anak Milenial. Misalnya: Tabungan Liburan, Tabungan Beli Gadget, Tabungan ikut Kursus Vocational.

Sedangkan Tabungan Jangka Menengah adalah tabungan dengan tujuan mewujudkan Impian mereka. Misal Tabungan Menikah dan Tabungan DP Rumah.

Untuk testing the water produk dengan skala kecil, BPR Lestari mungkin bisa mengadaptasi program BRILink dengan bekerja sama merekrut agen-agen pembukaan tabungan di komunitas, di kampus atau lingkungan lainnya.

Konsep Gamification juga bisa digunakan untuk encourage kaum millennial terus menabung. Misalkan jika mereka berhasil menabung 50% target Tabungan Liburan, mereka akan mendapatkan Digital Achievement yang bisa di share di Social Media.

Dan pengembangan teknologi terintegrasi bisa dilakukan belakangan. Keunggulan BPR Lestari sebagai korporasi yang belum terlalu besar, tentu saja bisa lebih fleksibel.

Karena itu Let’s Be Creative, Be Experimental dan lakukan prototyping dengan skalabilitas. Kami yakin selain generasi Z masih banyak niche market lain yang bisa digarap oleh BPR Lestari.

5

Partner with Future-minded Consultant

“Things don’t get better by chance, they get better by change.”

Sedangkan perubahan harus dirancang dengan tepat dengan tujuan yang benar juga.

Kontento memiliki team dengan pemikiran yang berbeda dan selalu berpikir jauh kedepan sehingga kami bisa membantu perusahaan anda melakukan transformasi Digital dengan efektif.

We can help you Lead Future Position in the Digital Ecosystem.

Let’s have a coffee, our treat! Hubungi kami di [email protected]

About the Writer
Indra Pangestu is a brand and digital content strategist who helps brands and influencers find, engage, and build their audiences across digital channels. Prior to founding Kontento, he build a media agency LiburanBali. You can follow him on Instagram @indrapangestu or on LinkedIn
Facebook
Google+
Twitter
LinkedIn
© 2020 CV. Kontento. All Rights Reserved